Tetapkan 4 Tersangka Dugaan Korupsi GORR, Kajati: Gubernur Sementara Masih Sebatas Saksi

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, GORONTALO: Di penghujung jabatan Dr. Firdaus Dewilmar, SH, M.Hum selaku Kajati (Kepala Kejaksaan Tinggi) Gorontalo, akhirnya menetapkan 4 tersangka dugaan tindak pidana korupsi pada pembebasan lahan proyek pembangunan GORR (Gorontalo Outer Ring Road), tahun anggaran 2014-2017.

Di hadapan wartawan, Kamis (27/6/2019), Firdaus Dewilmar yang telah menerima SK sebagai Kajati Sulselbar itu membacakan press-release dengan menyebutkan sejumlah poin penting.

“Berdasarkan dengan alat bukti yang ada, serta barang bukti, kami tim penyidik sudah berhasil menetapkan tersangka dalam kasus GORR,” ujar Firdaus Dewilmar, pada jumpa Pers di teras (lobi) kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo, Kamis (27/6/2019).

Pada kesempatan tersebut, Firdaus didampingi seluruh pejabat struktural Kejati Gorontalo, di antaranya Nanang Sigit Yulianto, SH, MH (Wakil Kajati); Ardito Muwardi, SH, MH (Asintel); Farhan, SH, MH (Aspidsus); Marcelo Bellah, SH, MH (Kabag TU).

Untuk sementara, kata Firdaus, dari alat bukti yang ada terdapat empat tersangka. “Tersangka pertama itu adalah mantan Kepala Kantor Wilayah BPN (Badan Pertanahan Nasional) Gorontalo dengan singkatannya GTW,” ungkap Firdaus.

Tersangka kedua, lanjut Firdaus, yakni mantan Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi Gorontalo. “Yang juga selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), dan selaku juga pejabat pembuat komitmen terkait dengan pengadaan tanah untuk GORR, dengan singkatan namanya AWB,” ungkap Firdaus.

Kemudian tersangka berikutnya, kata Firdaus, adalah dari pihak KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) Anas Karim dan rekan, terdapat 2 tersangka, yaitu inisialnya FS dan Ibr.

“Keduanya itu (FS dan Ibr) sebagai atau selaku appraisal yang menilai bidang-bidang (tanah) yang masuk di dalam trase GORR,” ujar Firdaus.

Dari press-release Kejati Gorontalo menunjukkan, perhitungan kerugian negara sementara kurang lebih sebesar Rp.85.637.285.718 (Delapan Puluh Lima Miliar Enam Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta Dua Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Delapan Belas Rupiah).

“Adapun kerugian negaranya sementara dihitung dulu oleh Universitas Gorontalo, dengan jumlah kerugian lebih-kurang 85 Miliar (Rupiah) untuk sementara. Sedangkan perhitungan konkritnya itu akan dihitung oleh BPKP Perwakilan Gorontalo,” kata Firdaus.

Firdaus menerangkan, pihak Kejati Gorontalo telah melakukan evaluasi terhadap alat dan barang bukti dengan pihak BPKP, dan sudah mencapai finalisasi perhitungan.

“Mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama, BPKP Perwakilan Gorontalo akan mengeluarkan angka konkrit perhitungan kerugian keuangan negara,” ujar Firdaus.

Firdaus menjelaskan, adapun modusnya adalah para tersangka tersebut telah menyalahgunakan kewenangan, yaitu dengan cara membuat dokumen pengadaan tanah secara tidak benar.

Berdasarkan fakta yang ada, kata Firdaus, sebagian besar dari penerima ganti rugi itu tidak minta ganti rugi kepada panitia pengadaan tanah.

“Justru panitia pengadaan tanahlah yang mencari mereka, menghubungi mereka, dan membuatkan dokumen-dokumen pengadaan tanahnya terkait dengan adanya ganti rugi,” kata Firdaus.

Firdaus menyebutkan, dari 1183 yang telah diberikan ganti rugi, hanya 221 yang memiliki sertifikat dan berhak menerima ganti-rugi.

“Rata-rata penerima ganti-rugi itu adalah peladang liar di situ, peladang yang berpindah-pindah. Nah, peladang yang berpindah-pindah itulah yang dicari oleh panitia pengadaan tanah (untuk dibayarkan ganti-rugi),” jelas Firdaus.

Firdaus juga mengungkapkan, para peladang liar itu mengaku tidak meminta ganti rugi, melainkan panitia pengadaan tanahlah yang memberikan ganti-rugi. “Tapi kenapa kamu menerima ganti rugi? Kami ndak minta, kami dikasih oleh panitia pengadaan tanah,” tutur Firdaus menirukan pengakuan para peladang liar saat ditemui di lapangan.

Perbuatan para tersangka, kata Firdaus, disangkakan melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana Primair pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dan Subsidair Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Serta lebih Subsidair pasal 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ditanyai tentang akan bertambahnya jumlah tersangka, Kajati Firdaus menyatakan agar pihak Kejati diberi waktu untuk lebih mendalami masalahnya, sehingga kemungkinan bertambahnya tersangka bisa saja terjadi.

“Tidak tertutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka,” ujar Firdaus seraya menyatakan bahwa sejauh ini Gubernur Gorontalo sementara ini masih sebatas saksi bersama Sekda, Kadis PU, Kepala Bappeda, ada para bupati. (ams/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

6,965 views

Next Post

Sulit "Disingkirkan", Eka Putra Noho Kembali Nakhodai PDIP Boalemo

Ming Jun 30 , 2019
DM1.CO.ID, BOALEMO: Meski disebut-sebut akan “tersingkir” dari kursi Ketua DPC PDIP Boalemo, Karyawan Eka Putra Noho (Eka) nyatanya kembali menakhodai partai berlambang Kepala Banteng moncong putih di Kabupaten Damai Bertasbih itu.