DM1.CO.ID, GORONTALO: Menindaklanjuti hasil pengembangan dari laporan masyarakat terhadap produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merk “Hasby”, yang diduga tidak memiliki izin edar, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Gorontalo bersama Direktorat Narkoba Polda Gorontalo akhirnya mendatangi distributor AMDK tersebut, di Jl. Jhon Aryo Katili, Kel. Padengo, Kec. Kabila, Kab. Bone Bolango, Rabu (18/1/2017).
“Setelah kami melakukan investigasi awal di tanggal 16 Januari 2017 dan melakukan kroscek di pasar, kami menemukan di salah satu toko barang campuran di wilayah Oluhuta, Kecamatan Kabila, kabupaten Bone Bolango telah beredar AMDK merk Hasby,” ujar Ka. Sie. Pemdik Serlik BPOM Gorontalo, Dra. Sumiaty Haslinda, Apt. kepada DM1.
Dari situ, lanjut Sumiaty, pihak BPOM Gorontalo memeriksa serta mencocokkan data dan izin edar yang tercantum pada produk tersebut. “Ternyata izinnya bukan dengan label ‘Hasby’, melainkan ‘Sari Agung’. Itupun izin edarnya sudah kadaluarsa,” ungkap Sumiaty.
Sementara itu, Kepala BPOM Gorontalo Sukriadi Darma menjelaskan, bahwa sehari setelah melakukan operasi langsung ke gudang distributor AMDK Hasby, pihak BPOM Gorontalo melakukan Press Release yang dipimpin langsung oleh Kepala BPOM Gorontalo, Sukriadi Darma.
Dari operasi tersebut, lanjut. Sukriadi Darma, pihak BPOM yang dibantu Direktorat Narkoba Polda Gorontalo berhasil mengamankan 1.566 karton dengan isi 24 botol/karton, sehingga totalnya 37.584 botol, dan diedarkan di pasar dengan harga Rp.5.000/botol.
Dari temuan dan pengembangan di lapangan, kata .Sukriadi Darma, diketahui pemiliknya berinisial AGN asal Gorontalo dengan menggunakan sebuah perusahaan berinisial CV. MHH.
Sukriadi Darma menyebutkan, temuan seperti ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan pasal 142, berbunyi: “Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).”
Sekaitan dengan itu, sambung Sukriadi Darma, pihak BPOM Gorontalo pada tanggal 20 Januari 2017 akan melakukan gelar perkara. Gelar perkara ini salah satunya untuk mengambil sikap, apakah yang bersangkutan akan ditetapkan sebagai tersangka atau tidak.
Olehnya itu, menurut Sukriadi Darma, pihaknya sebelumnya akan mengumpulkan semua unsur-unsur pidana terlebih dahulu.