Editor : Vita Pakai |
DM1.CO.ID, GORONTALO: Mantan Menteri Perekonomian sekaligus pakar ekonom Rizal Ramli (RR) menilai dalam waktu dekat ini nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai Rp 17 ribu. Hal ini dikatakannya, terkait naiknya harga minyak yang mencapai hingga US$ 75 per barel.
RR menyatakan keyakinannya terkait hal tersebut karena dirinya mengetahui pemerintah telah mematok harga minyak dunia hanya US$45 – US$ 50 per barel.
Menurutnya, disaat ini harga minyak dunia sudah menembus 75 US$. Akibatnya, untuk menjaga harga jual minyak dalam negeri agar tetap stabil, Bank Indonesia harus mengintervensi hingga 8 miliyar US$ setiap bulannya.
“Saya percaya intervensi BI tidak akan bertahan lama jika melihat anggaran negara yang porsi terbesarnya dibebankan untuk membayar hutang,” ujar RR, Rabu (9/5/2018).
Sebelumnya, pemerintah telah membayar utang sebesar US$ 650 triliyun di akhir 2017. Menurutnya, rupiah akan terjun bebas hingga Rp 17 ribu per US$ jika kondisi seperti ini terus-menerus terjadi. Sehingga, dampak terberat dari situasi seperti ini bisa memicu naiknya harga pangan yang juga selama ini didominasi bahan import.
“Pemerintah harus memiliki strategi terbaru untuk membayar utang. Jangan porsi membayar utang dibesarkan, sedangkan tingkat perekonomian rakyat dibiarkan jalan di tempat,” tuturnya.
Selain itu, RR juga mengkritik pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa utang Indonesia yang saat ini masih jauh dibandingkan dengan Negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan Jepang. Karena, selain pendapatan domestik bruto yang melimpah, kedua negara itu memiliki nilai investasi besar di luar negeri.
“Saat terjadi krisis perekonomian mereka tidak akan berdampak. Berbeda dengan Indonesia, jika muncul krisis keuangan maka perekonomian kita akan terjerembab keras jatuhnya,” ujarnya.
Apalagi sekarang ini, menurut RR, pembangunan Indonesia dari utang pada pihak lain. Pemberi utang akan meminta kompensasi besar untuk meraih keuntungan di Indonesia.
Nantinya, kata RR, hal ini akan menjadi pintu masuk Indonesia menjadi negara kapitalis murni.
Padahal pendiri bangsa ini telah belajar banyak dari keruntuhan Eropa saat Perang Dunia II dan menempatkan ideologi perekonomian Indonesia di tengah. Dimana Paham ekonominya tidak condong ke kanan dan ke kiri.
Sementara itu, Dirjen Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan Suminto megungkapkan, bahwa berdasarkan UU Keuangan, pemerintah selama ini mengadopsi peraturan finansial dunia internasional termasuk Uni Eropa.
Dimana dalam aturan tersebut, dikatakannya pemerinta diwajibkan menjaga deficit APBN di bawah 3 persen dan utang yang diambil tidak melebihi kemampuan bayar.
“Saat ini kita sudah melakukan itu,” kata Suminto.
[dm1/gtr]