DM1.CO.ID, BANDUNG: Bagi seorang patriot, gerakan perubahan bisa dilakukan di mana dan kapan saja, dari luar maupun di dalam kekuasaan (pemerintahan).
Hal tersebut ditegaskan oleh mantan aktivis mahasiswa 77/78 yang kini sebagai tokoh nasional pergerakan perubahan sekaligus ekonom senior, Rizal Ramli, saat memberikan kuliah umum di hadapan 4.000 Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (19/8/2017).
Kuliah umum tersebut merupakan rangkaian kegiatan Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM) ITB 2017 yang diselenggarakan pada 17-19 Agustus 2017.
Mantan Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman era Presiden Jokowi ini melukiskan tentang betapa pentingnya sebuah perubahan yang harus segera dilakukan oleh semua pihak.
Menurutnya, mahasiswa dan masyarakat hendaknya segera bisa melakukan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. Perubahan harus dilakukan oleh semua pihak, dan mahasiswa memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Rizal Ramli yang juga merupakan alumnus ITB, Sophia University Tokyo, dan alumnus Boston University AS itu menegaskan, bahwa seorang patriot bisa melakukan perubahan, baik dari luar maupun di dalam kekuasaan.
“Dari luar butuh tekad kuat dan waktu lama. Sedangkan dengan (melalui) kekuasaan lebih cepat. ‘Patriot apapun oke,” ujar Rizal Ramli, Sabtu (19/8/2017).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian era Presiden Gus Dur ini pun menjelaskan, perubahan harus dimulai dari analisa struktur ekonomi dan sosial. Dari analisa tersebut kemudian diturunkan menjadi kebijakan. “Jadi jangan pakai rumus generik yang sama,” kata Rizal Ramli.
Lebih jauh, Rizal Ramli yang juga pernah menjabat Menteri Keuangan di era Presiden Gus Dur itu mengungkapkan, jika menggunakan pendekatan historis, Indonesia mengalami banyak sekali kemajuan. Namun, hal itu sangat berbanding terbalik apabila menggunakan indikator Human Development Indeks (HDI).
“Yang terdidik makin banyak, ekonomi kita juga makin besar, tentu tidak bisa dibantah banyak sekali kemajuan. Nah, sayangnya kalau menggunakan indikator Human Development Indeks, kita relatif tertinggal,” ungkap Rizal Ramli.
Dijelaskannya, Human Development Indeks digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Hasil riset Rizal Ramli bersama beberapa pemenang nobel menunjukkan, bahwa rakyat Indonesia masih banyak yang belum sejahtera.
“Saya selama 7 tahun sebelumnya jadi penasehat ekonomi PBB, bersama tiga pemenang nobel, kita bikin indeks-indeks untuk beberapa tahun kedepan. Itu kita (indonesia) relatif tertinggal, nomor 70-an sekian. Di Asia Tenggara kita nomor empat. Paling tinggi Singapura, Malaysia, Thailand, baru kita,” ungkapnya.
Dari hasil riset Rizal Ramli itu juga menunjukkan, bahwa hanya 20 persen rakyat Indonesia yang sudah merdeka secara ekonomi dan sosial. Dimana, mereka sudah memiliki rumah, sekolah, liburan, hingga membiayai dokter pribadi.
“40 persen di bawahnya pas-pasan saja, tapi 40 persen yang paling bawah 72 tahun kemerdekaan belum pernah menikmati arti kemerdekaaan. Artinya makan saja susah, sekolah ribet,” beber Rizal Ramli.
Rizal pun mengingatkan pemerintah, bahwa tugas negara mengubah yang 40 persen yang paling bawah ini supaya juga bisa merdeka secara ekonomi dan sosial tahun 2045, atau 100 tahun Indonesia merdeka.
“Kalau yang 20 persen paling atas kita gak usah urusin karena mereka udah bisa urus diri sendiri,” ujar Rizal Ramli.
Olehnya itu, Rizal Ramli mengajak kepada semua pihak, terutama mahasiswa untuk dapat melakukan gerakan perubahan untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik. (dbs-ams/DM1)