DM1.CO.ID, JAKARTA: Generasi muda yang berkualitas diyakini akan membawa masa depan bangsa yang lebih cerah. Olehnya itu, pemerintah mesti lebih mengutamakan kepentingan dan kemajuan dunia pendidikan di tanah air.
Hal tersebut dikemukakan Rizal Ramli dalam diskusi kebangsaan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Kamis (27/10/2016).
Rizal Ramli memang seorang ekonom senior, namun sejauh ini ia sangat memiliki kepedulian tinggi terhadap pembentukan masa depan generasi muda melalui pendidikan.
Hal itu dapat ditengok dari aksi dan gerakannya semasa sebagai aktivis mahasiswa pada orde baru yang menekan pemerintah agar dapat menerapkan wajib belajar 9 tahun. Sehingga itu, Rizal sesungguhnya termasuk aktor di balik lahirnya program wajib belajar 9 tahun tersebut.
Bukan cuma itu, beberapa tahun silam, sebagai bukti kepeduliaannya terhadap dunia pendidikan, Rizal Ramli juga mendirikan sejumlah “Rumah Cerdas” di beberapa daerah.
Sehingga itu dalam diskusi kebangsaan di UNJ, Rizal Ramli menyodorkan sejumlah gagasan dan masukan yang mesti diperhatikan pemerintah demi mewujudkan pendidikan yang berkualitas, sehingga mampu mencetak generasi muda yang unggul.
Pertama, menurut Rizal, pemerintah harus memerhatikan nasib guru berstatus kontrak (guru honorer). Pasalnya, hingga kini masih banyak guru kontrak di daerah-daerah yang kurang sejahtera, bahkan ekonominya memprihatinkan.
“Jika para guru sudah sejahtera, maka mereka akan lebih fokus untuk memberikan materi pelajaran kepada para siswa. Karena masalah internal, termasuk urusan ekonominya sudah selesai,” tutur Rizal dalam diskusi kebangsaan tersebut.
Juga, sambung Rizal Ramli, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memperbanyak program kompetisi antar-siswa dan tenaga pendidik. Hal ini, menurutnya, menjadi sangat penting agar ada motivasi dan berani berkompetisi.
“Mungkin bisa diperbanyak program cerdas-cermat di kalangan siswa dan juga guru. Ini untuk memberikan stimulan bagi mereka agar lebih kreatif, berani adu ide dan pemikiran,” ujar Rizal Ramli yang sejak kecil memang sudah menjadi “kutu buku” itu.
Yang kedua, menurut Rizal, pemerintah juga harus memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan. Rizal mencontohkan beberapa negara maju yang menerapkan pendidikan kejuruan kepada anak sejak dini.
“Jerman, Skandinavia, dan Swis bisa menjadi negara maju, karena sejak dini para siswa-siswinya sudah diberikan pendidikan kejuruan sesuai dengan minatnya. Lalu, diikuti dengan Singapura di era Lee Kuan Yeu, di mana anak didik di sana harus melalui politeknik,” kata Rizal Ramli.
Di Indonesia, papar Rizal, kendalanya adalah kurikulum pendidikannya terlalu banyak. Sehingga para anak didik menjadi tidak fokus. Oleh karena itu, pendidikan harus disesuaikan dengan bakat dan kemampuan anak.
Kemudian yang ketiga, menurut Rizal, pendidikan toleransi beragama dan menghargai perbedaan suku serta ras harus lebih ditingkatkan.
“Perbedaan budaya dan agama adalah kekayaan kita. Nah, itu harus ditingkatkan. Bukankah semboyan kita adalah bhineka tunggal ika?” lontar Rizal Ramli.
Namun Rizal Ramli masih menaruh kepercayaan terhadap pemerintah dalam mewujudkan pendidikan berkualitas. Hanya saja, anggaran pendidikan sebesar Rp440 Trilun atau 20 persen dari nilai APBN itu hendaknya dapat segera dipergunakan dengan baik dan benar.
“Ini kan penyakitnya adalah penggunaan dana pendidikan selama ini masih tidak jelas. Korupsi di Kemendikbud paling tinggi,” ungkap Rizal Ramli seraya menambahkan bahwa dirinya masih melihat adanya niat baik dan komitmen dari Presiden Jokowi untuk dapat mengatasi permasalahan dunia pendidikan itu.