Oleh: Jaya Suprana
SAYA memiliki empat sahabat merangkap mahaguru saya yaitu mantan Menko Kemaritiman Dr. Rizal Ramli, Menhukham Dr. Yasonna Laoly, mantan Ketua MK, Prof. Mahfud MD dan pendekar kemanusiaan, Sandyawan Sumardi.
Rizal Ramli, mahaguru nasionalisme, Yasonna Laoly, mahaguru pemahaman HAM, Mahfud MD mahaguru hukum, Sandyawan Sumardi mahaguru kemanusiaan saya. Akibat saling beda keahlian dan keilmuan, maka empat sahabat saya itu kerap saling beda pendapat dan pandangan.
Namun akhir-akhir ini keempat sahabat merangkap mahaguru itu bersatupadu dalam satu kekuatiran, yaitu kekuatiran mengenai gejala pembiaran pemerintah melanggar hukum.
Dalam berhati-hati menulis sesuatu terkait lembaga yang disebut sebagai pemerintah demi menghindari resiko tertimpa dugaan makar, lebih baik saya tidak menyebut nama oknum pemerintah yang melakukan pelanggaran hukum dalam upaya menatalaksana pembangunan infrastruktur yang sedang digelorakan Presiden Joko Widodo demi meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Keempat sahabat merangkap mahaguru saya bukan menguatirkan mampu-tidaknya pemerintah menunaikan tugas kewajiban mereka membangun infrastruktur sesuai Nawa Cita kepresidenan Jokowi yang sangat merakyat itu.
Sepenuh hati, keempat sahabat merangkap mahaguru saya mendukung pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan pemerintah demi meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia . Namun dengan sepenuh hati pula keempat sahabat merangkap mahaguru saya menguatirkan pembangunan infrastuktur yang terjerumus ke upaya meningkatkan bukan kesejahteraan namun kesengsaraan rakyat Indonesia.
Fakta membuktikan bahwa pemerintah memang melakukan penggusuran rakyat dengan alasan pembangunan infrastruktur demi kesejahteraan rakyat. Namun yang menguatirkan adalah fakta bahwa pemerintah melakukan penggusuran dengan cara melanggar hukum yang jelas pasti lebih banyak mudarat ketimbang manfaat.
Satu-satunya manfaat pembangunan dengan cara melanggar hukum adalah membuat pemerintah bisa mendayagunakan kewenangan mereka secara benar-benar leluasa. Sementara mudarat dari pembiaran pemerintah melanggar hukum memang banyak mulai dari menyengsarakan rakyat sampai memberikan kesuriteladanan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk melakukan pelanggaran hukum.
Jika pemerintah boleh kenapa rakyat tidak boleh! Para hakim akan kebingungan apabila rakyat menggunakan pembelaan terhadap pelanggaran hukum yang mereka lakukan dengan memberikan contoh nyata pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
Apabila pemerintah dan rakyat suatu bangsa sepakat dalam melanggar hukum tanpa konsekuensi hukum maka dapat dibayangkan kekacaubalauan yang terjadi pada kehidupan bangsa tersebut.
Perabadan suatu bangsa yang leluasa melanggar hukum tanpa dihukum jelas akan kembali ke titik nol alias titik awal perjalanan suatu peradaban. Hanya bangsa yang biadab yang dapat leluasa melakukan pelanggaran hukum yang berarti sama saja dengan mengabaikan hukum yang dengan susah payah telah dihadirkan demi meninggalkan kebiadaban menuju peradaban. Maka selama kita semua menghendaki bangsa Indonesia tetap layak disebut sebagai bangsa yang beradab, maka kita semua wajib peduli dan memperhatikan kekuatiran keempat sahabat merangkap keempat mahaguru saya.
Kebetulan kesempatan terbuka lebar pada Pilkada 2017 di mana para calon kepala daerah bisa diwajibkan untuk bersumpah akan tetap melakukan pembangunan infra-struktur namun TANPA melanggar hukum, HAM , Pancasila dan Pembangunan Berkelanjutan. Insya Allah, apabila akhirnya dipilih oleh rakyat maka para kepala daerah akan melaksanakan pembangunan TANPA mengorbankan lingkungan alam, budaya dan rakyat yang telah memilih mereka menjadi kepala daerah di daerah masing-masing.