Kemiskinan Menganga di Wajah Ka Nango, Pemkab Boalemo Hanya Bisa Melongo?

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, BOALEMO: Hembusan lembut angin yang berkesiur di sela-sela dedaunan, seolah berkejar-kejaran menerpa dinding tripleks, lalu memantul dan merayap ke plafon atap rumbia hingga menghamburkan hawa menghapus peluh di pori-pori nan gerah di dalam gubuk Abdul Wahid Ali (50).

Ka Nango, demikian nama sapaan akrab Abdul Wahid Ali. Pria berpostur jangkung dan berambut ikal sedikit memanjang itu, tak menolak berbincang-bincang santai dengan wartawan DM1 untuk melukiskan hidupnya yang masih menganga di garis kemiskinan.

Ka Nango adalah salah satu warga Dusun Modini, Desa Piloliyanga, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, yang selama ini masih berstatus sebagai penduduk miskin.

Hingga saat ini, Kabupaten Boalemo memang masih bertengger di urutan pertama sebagai daerah yang memiliki paling banyak penduduk miskin dibanding seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Gorontalo.

Menurut data 2019 dari BPS, penduduk miskin di Kabupaten Boalemo tercatat mencapai 18,87 persen dari total jumlah penduduk 147.682 jiwa, dan salah satu di antaranya adalah Ka Nango.

Seraya duduk melantai di dalam gubuk beralaskan papan, pada Selasa siang (26/1/2021) itu, Ka Nango pun mulai menceritakan “takdir” hidupnya yang lebih banyak diwarnai dengan kondisi ekonomi yang serba sulit.

Gubuk yang berukuran sekitar 5 x 8 meter berdinding tripleks serta beratap rumbia itu, terpaksa harus ia bangun pelan-pelan dengan susah payah yang berasal dari bahan-bahan seperti tripleks, kayu maupun papan bekas.

Sebab, lanjut Ka Nango, kondisi dinding papan rumah sebelumnya telah tampak lapuk dan berlubang, tembok dinding semi permanen yang telah keropos, serta atap seng yang juga telah berkarat dan bocor-bocor, sehingga benar-benar sudah sangat tidak layak lagi untuk dihuni sebagai tempat tinggal.

Karena tak punya uang yang dapat digunakan untuk membiayai perbaikan rumah pertama tersebut, Ka Nango pun akhirnya membangun kediaman baru yang lebih menyerupai sebuah gubuk, yakni demi melindungi seorang istri dan 4 anaknya dari sengatan panas matahari serta guyuran hujan yang menembus dan merembes dari atas seng yang telah bocor-bocor tersebut.

Menurut Ka Nango, kondisi ekonomi keluarganya memang sudah mengalami kesusahan sejak dulu, sebelum virus Corona mewabah.

Ka Nango mengaku, sejauh ini dirinya tak punya mata pencaharian tetap selain hanya bercocok tanam di kebun untuk sedikit menambal dan menyambung hidup keluarganya. “Itu pun tidak seberapa. Paling banyak Rp.50 Ribu dalam sehari untuk sekadar memenuhi kebutuhan dapur, dan itupun kalau lagi beruntung,” tutur Ka Nango.

Tuntutan pemenuhan baiaya hidup di zaman sekarang, kata Ka Nango, sungguh luar biasa besarnya, harga-harga kebutuhan pokok benar-benar sangat mencekik orang-orang miskin seperti dirinya.

Terlebih saat ini, Ka Nango masih harus membiayai sekolah keempat anaknya. Yakni, anak pertama di SMK, anak kedua dan ketiga adalah pelajar SMP, serta anak yang keempat masih duduk di bangku SD.

Dengan kondisi penghasilan yang saat ini sangat tidak menentu akibat Covid19, membuat Ka Nango pun kadang harus rela menahan lapar (mengurangi jatah makan) karena tak mampu mendapatkan biasa hidup sehari.

Sayangnya, potret kemiskinan yang terlukis dalam bingkai kesulitan hidup Ka Nango ini, ternyata belum jua tersentuh oleh jari-jari pemerintahan Boalemo yang selama ini mengusung slogan “Damai Bertasbih” itu.

Padahal, ada puluhan ribu orang-orang miskin seperti Ka Nango yang tiada hentinya “bertasbih” (memohon dan mengharap) agar Pemerintah Kabupaten Boalemo dapat segera memberikan kedamaian melalui sentuhan-sentuhan langsung dan riil, bukan hanya “melongo” dengan tatapan kosong menyaksikan ketidak-berdayaan penduduk miskin. (par/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

19,870 views

Next Post

Di Jakarta Ada Warkop Dono (DKI), di Gorontalo Ada Warkop Dino’x: “Diserbu” Mulai Subuh

Rab Jan 27 , 2021
DM1.CO.ID, GORONTALO: Jika di Jakarta ada Warkop Dono (DKI), maka di Kota Gorontalo ada Warkop Dino’x yang sangat ramai “diserbu” oleh para pengunjung mulai pukul 3.30 WITA dini-hari, dengan jumlah sekitar 20 meja yang tak jarang langsung terisi dan dipenuhi oleh rata-rata dari jamaah Subuh selepas menunaikan Salat di masjid. […]