Kembali ke Zaman Jahiliah, UEA Dikabarkan Izinkan Warganya Kumpul Kebo & Minum Alkohol

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, JAKARTA: Kabar ini tentu saja sangat mengejutkan, bahwa saat ini Uni Emirat Arab (UEA) tidak lagi melarang warganya yang ingin meminum alkohol dan juga hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, alias kumpul kebo.

Pelarangan yang ditegakkan selama ini oleh negara di kawasan Timur Tengah itu, kini dicabut untuk mewujudkan reformasi hukum yang bertujuan meningkatkan status ekonomi dan sosial.

Secara khusus, diizinkannya meminum alkohol dan kumpul kebo bagi kalangan masyarakat yang hidup di UEA ini, dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat lebih mampu menarik kunjungan turis mancanegara.

Kabar terkini dimunculkannya “wajah kebebasan baru” di UEA ini diberitakan oleh media dailymail.co.uk, pada Selasa pagi (10 November 2020).

Dalam berita tersebut dibeberkan, bahwa UEA telah mengumumkan pemberian izin kepada warganya untuk dapat meminum alkohol, dan juga mempersilakan bagi warganya hidup berpasangan meski tanpa melalui proses akad nikah.

Bahkan rilis berita dari kantor berita WAM (United Arab Emirates News Agency) yang dikelola pemerintah UEA menyebutkan, reformasi itu bertujuan untuk meningkatkan status ekonomi dan sosial negara dan “mengkonsolidasikan prinsip-prinsip toleransi UEA”.

Berita tersebut tentu saja mengungkapkan, bahwa di UEA kini telah terjadi perubahan besar-besaran terhadap hukum Syariat Islam. Dan sekaligus juga mengisyaratkan, bahwa negara-negara di kawasan Timur Tengah itu kini telah “kembali hidup” di zaman jahiliah, yakni zaman di saat meminum alkohol dan kumpul kebo di bebaskan secara umum.

Dalam berita itu dijelaskan, bahwa meluasnya kebebasan pribadi mencerminkan perubahan profil sebuah negara yang telah berusaha untuk mengklaim dirinya sebagai tujuan turis, pencari keberuntungan, dan bisnis kebarat-baratan meskipun kode hukum Islamnya ketat sebelumnya memicu kasus pengadilan terhadap orang asing.

Keputusan pemerintah di balik perubahan tersebut, juga diuraikan secara luas di surat kabar The National, namun tidak mengutip sumbernya.

Keputusan itu diambil sebagai kesepakatan bersejarah yang dimediasi Amerika Serikat (AS) untuk menormalkan hubungan antara UEA dan Israel, dengan harapan akan menarik turis dan investasi Israel.

Reformasi hukum yang memberikan “kebebasan” tersebut, menurut The National akan segera berlaku, sekaligus mencerminkan upaya para penguasa Emirates untuk mengimbangi perubahan cepat masyarakat di dalam negeri.

“Saya sangat bahagia dengan undang-undang baru yang progresif dan proaktif ini. 2020 telah menjadi tahun yang sulit dan transformatif bagi UEA,” ujar Abdallah Al Kaabi, seorang pembuat film Emirat, yang sejumlah karyanya membahas topik-topik tabu, seperti cinta homoseksual dan identitas gender.

Langkah dan kebijakan pemberlakuan “kebebasan” itu juga didorong dengan dijadikannya Dubai sang kota gedung pencakar langit dunia itu sebagai tuan rumah ajang World Expo.

World Expo di Dubai itu awalnya sudah ditetapkan akan digelar pada 1 Oktober 2020 hingga 31 Maret 2021. Namun, lantaran adanya wabah Covid19, jadwal pelaksanaan World Expo itu pun diubah menjadi tanggal 1Oktober 2021 hingga 31 Maret 2022.

Acara kelas elit bertajuk pameran tingkat internasional itu, diperkirakan ada 25 juta pengunjung akan mengalir ke Dubai dan sekitarnya, dan diyakini akan membawa kesibukan aktivitas komersial yang amat tinggi.

World Expo ini merupakan korelasi kebijakan UEA yang memang sedang memacu upaya peningkatan sektor pariwisata, yang saat ini hanya mampu menyumbang sekitar lima persen dari PDB akibat dilakukannya penguncian global dan pembatasan penerbangan akibat hantaman Covid19.

Namun tidak sedikit yang menduga, bahwa reformasi pemberian izin menenggak alkohol serta bebas berhubungan intim di luar nikah ini, boleh jadi karena juga akibat adanya peristiwa pelecehan seksual (pemerkosaan) yang dituduhkan kepada Menteri Toleransi UEA, Sheikh Nahyan bin Mubarak Al Nahyan (69), terhadap seorang kurator wanita asal Inggris, Caitlin McNamara (32).

Kasus itu diceritakan terjadi ketika Caitlin McNamara bertindak sebagai pekerja festival sastra Hay di Dubai. Ia memenuhi undangan Menteri Sheikh Nahyan di sebuah vila di pulau pribadinya, pada hari Valentine (Jumat, 14 Februari 2020).

Di Inggris, wanita berambut hitam panjang dan bermata bulat biru itu pun mengajukan pengaduan resmi ke polisi, pada Juli 2020. Menurut laporan The Sunday Times, kepolisian Metropolitan Inggris menyelidikinya sebagai tuduhan pemerkosaan.

Namun Menteri Toleransi UEA, Sheikh Nahyan bin Mubarak Al Nahyan, melalui surat kabar The Sunday Times yang dilansir AFP, Senin (19/10/2020), membantah jika dirinya disebut telah melakukan pemerkosaan terhadap Caitlin McNamara.

Sehingga belakangan, tuduhan itu pun akhirnya memang ditolak setelah CPS atau Crown Prosecution Service (Layanan Penuntutan Mahkota) di Inggris mengumumkan, bahwa tidak ada kasus hukum yang akan diajukan terhadap menteri Emirat Arab tersebut, karena tidak memenuhi kriteria hukum yang diperlukan untuk mengajukan tuntutan.
.
(dml/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

78,995 views

Next Post

“Jualan Prestasi” di Detik-detik Jelang “Vonis Raja”

Kam Nov 12 , 2020
Oleh: Fian Hamzah* DM1.CO.ID, OPINI: Malam yang baru menggapai pertengahannya, di pukul 23.28 (Rabu, 11/11/2020), tiba-tiba WhatsApp group saya bersuara. Grup tersebut tak asing bagi anak pribumi di salah satu “kerajaan” yang berada di pertengahan barat, timur, utara, selatan. Sebut saja namanya “Kerajaan Damai”, atau Peace Kingdom, demikian bule menyebutnya.