Jokowi Geram: Darmin dan Ani “Mandul”, Sebaiknya “Angkat Tangan” Saja

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, Jakarta: Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV (23 Desember 2016) hanya mendekati 5%, namun ditutup pada capaian 5,02%. Dan ini berarti tak ada perubahan mendasar seperti yang digembar-gemborkan oleh pemerintah. Semuanya masih jalan di tempat, kecuali harga-harga kebutuhan hidup yang terus meroket.

Tak hanya rakyat (kalangan menengah ke bawah) yang kini menjerit karena terlilit kesulitan ekonomi, para pengusaha pun tak sedikit akhirnya harus mengurangi laju produksi usaha mereka, dan beberapa di antaranya bahkan harus gulung-tikar hingga berdampak munculnya pengangguran.

Akibatnya, psikologi pasar dan suasana batin rakyat (wong cilik) hingga kini pun masih amat gelisah terhadap kondisi ekonomi di negeri ini yang semakin hari juga kian terasa lesu. Lalu apa kabar (kerja) Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (Ani)?

Kabarnya, Darmin dan Ani sempat membuat Presiden Jokowi jadi geram dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02%.

Dari situ, Darmin dan Ani pun lalu sepakat ingin meningkatkan kerja dengan mematok capaian pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2017 adalah 5,1%.

Angka tersebut bahkan sempat dibeberkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017 mencapai kisaran 5,1 hingga 5,3 persen.

“Untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2017, saya perkirakan masih pada range 5,1-5,3 persen,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, dalam diskusi Evaluasi Akhir Tahun 2016 dan Harapan 2017, di Kantor Bappenas, Jakarta, Sabtu (31/12/2016).

Jokowi Tegur Darmin dan Ani

Mengetahui adanya target capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2017 yang hanya berkisar pada 5,1% hingga 5,3% itu, Presiden Jokowi pun langsung menegur Darmin Nasution dan Ani.

Setelah ditegur, Darmin dan Ani pun bergegas “meralat” target capaian tersebut menjadi 5,7% untuk tahun 2017.

Kekecewaan Jokowi terhadap Darmin dan Ani memang cukup beralasan. Sebab, pemerintahan Jokowi sampai 11 Februari 2017 ini sudah berjalan 2 tahun 3 bulan 22 hari atau 20.280 jam.

Itu artinya, bahwa dengan usia (pertengahan) seperti itu, Jokowi sebagai presiden tentulah sudah cukup “malu” dengan slogan “Kabinet Kerja”. Sebab, tim ekonomi di dalam Kabinet Kerja hingga saat ini belumlah juga dapat memperlihatkan hasil kerja yang memadai, atau paling tidak bisa membuat senang hati rakyat dengan sedikit kelonggaran ekonomi.

Darmin dan Ani sebagai tim inti ekonomi dalam pemerintahan, harusnya bisa mengambil tindakan dan terobosan yang out of the box, bukan business as usual, sebab persoalan ekonomi negara ini sudah makin berat. Sayangnya, berbagai macam proyek pemerintah yang seharusnya jadi stimulus malah berkurang. Banyak proyek di daerah yang seharusnya berjalan tapi pembayarannya malah ditunda. Bahkan ada juga proyek yang sudah ditender tapi malah dibatalkan, bahkan dihilangkan.

Dengan kondisi pembangunan ekonomi yang masih sangat banyak belum teratasi, ditambah lagi dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02%, tentulah dapat membuat Jokowi sebagai presiden menjadi malu dan kecewa. Sehingga boleh jadi, di mata Presiden Jokowi saat ini memandang Darmin Nasution beserta Ani ternyata sangat sulit diharapkan untuk minimal memperbaiki kondisi ekonomi di negeri ini.

Di mata rakyat Indonesia pun demikian, Darmin dan Ani dipandang benar-benar sangat sulit dan bahkan boleh dikata tidak mampu mewujudkan mimpi dan janji Jokowi semasa kampanye yang menargetkan pertumbuhan ekonomi pada angka 7 hingga 9 persen.

Teguran yang dilakukan oleh Presiden Jokowi kepada Darmin Nasution dan Ani yang hanya mematok target 5,1% capaian pertumbuhan ekonomi 2017, tentunya sangat bisa ditebak sebagai “kode keras”, sehingga keduanya (Darmin dan Ani) pun buru-buru mengoreksi target tersebut menjadi 5,7%. Apakah mampu?

Entahlah? Yang jelas target 5,1% untuk tahun 2017 yang dipatok oleh Darmin dan Ani itu sebetulnya adalah sebuah gambaran yang sudah sangat jelas, bahwa hanya sebatas itu memang kemampuan kerja Darmin dan Ani.

Dan sepertinya, Presiden Jokowi sudah mulai “siuman”, bahwa  Darmin dan Ani selama ini hanya ibarat “pasangan mandul” dalam menangani masalah ekonomi di dalam negeri.

Hal tersebut dapat dilihat dengan ketidak-mampuannya melahirkan terobosan-terobosan guna memacu pertumbuhan ekonomi, yakni hanya mencapai 5,02% untuk tahun 2016, dan untuk tahun 2017 malah hanya dipatok 5,1%. Tetapi, memang hanya sebatas itulah kemampuan Darmin dan Ani. Tak bisa lagi dipaksakan!

Sebab dengan memaksakan untuk mencapai 5,7%, maka itu sama halnya Presiden Jokowi menyuruh Darmin dan Ani “angkat tangan” dan menyerah saja. Karena bagaimanapun, target Darmin dan Ani hanya mampu pada angka yang telah dipatoknya tersebut, yakni 5,1%.

Jika memang hanya sebegitu kemampuan Darmin dan Ani, maka tentu publik tidak akan pernah mau protes apabila Presiden Jokowi segera mengambil langkah “penyelamatan”, yakni dengan kembali mengocok ulang tim ekonomi di dalam kebinet kerja, mumpung masih separuh perjalanan. Asal Presiden Jokowi jangan salah pilih lagi, harus pilih yang tidak berkiblat kepada aliran neolib.

Apalagi Presiden Jokowi sendiri pernah menegaskan dalam rapat terbatas di Istana Bogor, pada Selasa (31/1/2017), bahwa untuk kemakmuran (ekonomi) negara Indonesia bisa dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia, salah satunya adalah dengan melakukan keberpihakan kepada masyarakat (rakyat).

Namun jika tetap mempertahankan Darmin dan Ani, maka  keberpihakan kepada masyarakat akan terabaikan. Sebab Darmin dan Ani adalah dua sosok ekonom yang sangat kental dengan aliran neolib. Bukankah neolib  sangat bertentangan dengan jeritan-jeritan (kehendak) rakyat?

Satu lagi yang harus digaris bawahi, bahwa memang sepertinya seorang neolib bisa dipastikan “mandul” melahirkan terobosan-terobosan untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi kerakyatan, tetapi sangat “subur” melahirkan konsep-konsep yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu saja. Olehnya itu, jangan heran, selama seorang ekonom neolib memegang peranan dalam pemerintahan, maka selama itu pula “orang miskin makin tetap miskin, dan orang kaya semakin kaya”.

(ams/DM1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

2,533 views

Next Post

Pak Jokowi, Anda Diberi “Makan” Apa Oleh Ahok?

Sen Feb 13 , 2017
Oleh: Abdul Muis Syam (AMS) SEJAK dulu, Jokowi sebetulnya tak pernah saya idolakan, apalagi untuk mau menjadikannya sebagai panutan. Untuk saat ini, tidak sama sekali! Tapi meski begitu, karena menurut hasil perhitungan KPU, Jokowi dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2014 silam, maka sebagai warga negara saya pun mencoba “tunduk” dengan tetap menerima […]