Jokowi dan PDIP Sukses “Menikmati Jerih Payah Penculik”?

Bagikan dengan:

Oleh: Abdul Muis Syam (AMS)

DM1.CO.ID, JAKARTA:  Sejak menyatakan kembali maju sebagai Calon Presiden (Capres) pada Pemilu Serentak 2019, Prabowo Subianto langsung coba dihadang dan dihantam dengan banyak isu. Salah satunya tentang Penculik.

Bukan hanya orang-orang yang baru kemarin mengenal Prabowo, segelintir mantan jenderal TNI pun menuding habis-habisan Prabowo sebagai sosok paling kejam dan sadis karena melakukan penculikan aktivis tahun 1998 silam.

Tudingan itu sangat gencar di saat jelang Pemilu 2014, dan kini kembali terlontar deras jelang Pemilu Serentak 2019.

Padahal, saat Prabowo dipasangkan dengan Megawati Soekarnoputri sebagai Cawapres pada Pemilu 2009 silam, Prabowo benar-benar bebas tudingan sebagai penculik, dan sama sekali tak terdengar. Yang ada justru sanjungan dari PDIP sebagai Parpol pengusung tunggal di kala itu.

Karena tidak lagi bergandengan dengan PDIP, Prabowo pun kembali dihantam isu sebagai penculik, meski tudingan itu belum memiliki kekuatan hukum.

Salah satu pendiri Partai Hanura, Elza Syarief bahkan mempertanyakan sikap Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait tudingan penculik yang diarahkan ke Prabowo Subianto.

Ia heran dengan DKP yang tidak punya nyali untuk menyeret Prabowo agar menjalani persidangan di Mahkamah Militer.

DKP itu terdiri Jenderal Subagyo HS (Ketua); Jenderal Fachrul Razi (Wakil Ketua); Letjen Djamari Chaniago (sekretaris); bersama sejumlah jenderal lainnya, yakni Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar, dan Letjen Ari J Kumaat.

Dan para DKP itu telah memunculkan sebuah dokumen yang disebut keputusan DKP. Dalam dokumen itulah terpapar kesalahan Prabowo terkait peristiwa 1998 dan penculikan aktivis.

Meski begitu, Elza mempertanyakan isi dokumen tersebut dan langkah DKP. “Bahwa seandainya benar Prabowo telah melakukan tindak pidana penculikan, mengapa DKP tidak merekomendasikan agar Prabowo disidangkan di Mahkamah Militer untuk mendapatkan putusan dan kepastian hukum, tentang apakah Prabowo bersalah atau tidak,” ujar Elza pada suatu kesempatan.

Elza menyebutkan, bahwa berdasarkan putusan pidana Nomor PUT, 25-16/K-AD/MMT-II/IV/19, beberapa prajurit sudah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana merampas kemerdekaan aktivis.

Prajurit yang divonis itu adalah Komandan Tim Mawar Mayor Inf Bambang Kristiono; Kapten Inf FS Multhazar; Kapten Inf Nugroho Sulistyo Pondi; Kapten Inf Yulius Selvanus; Kapten Inf Untung Budi Harto.

Elza mengungkapkan, bahwa dalam persidangan mereka (prajurit yang divonis tersebut) menyatakan tindakan itu tidak diketahui dan tidak melibatkan atasan di Kopassus.

Karena itu, Elza menyesalkan pernyataan segelintir jenderal yang menyebut Prabowo berinisiatif sendiri melakukan penangkapan para aktivis.

Menurut Elza, seharusnya dulu DKP merekomendasikan dan kalau perlu menyeret secara paksa Prabowo untuk menjalani persidangan di pengadilan. Tapi hingga kini itu tidak dilakukan, yang ada hanya tudingan yang tak berdasar secara lisan.

“Apakah Prabowo bersalah atau tidak. Tetapi DKP tidak pernah melakukan hal ini (menyeret Prabowo ke pengadilan). Berarti DKP tidak mempunyai bukti dan saksi untuk dapat menyidangkan Prabowo di Mahkamah Militer, karena tidak ada bukti dan saksi-saksi yang menyatakan Prabowo memerintahkan Tim Mawar,” kata Elza.

Di sisi lain, kalaupun Prabowo seandainya memang penculik, maka mengapa justru PDIP pada Pemilu 2009 menggandeng seorang penculik untuk menjadi wakil presiden?

Dan juga, andai Prabowo adalah memang sosok penculik, maka mengapa Jokowi harus datang menemui adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, untuk minta bantuan dan dukungan maju ke Pilgub DKI pada 2012 silam? Dan Hashim bisa memberikan bantuan miliaran rupiah karena atas arahan Prabowo, sosok yang mereka cap sebagai penculik itu.

Hingga dengan bantuan dari keluarga Prabowo itulah, Jokowi pun berhasil menjadi Gubernur DKI, yakni jabatan yang menjadi “batu loncatannya” untuk maju menjadi presiden pada Pemilu 2014.

Dari situ, boleh dikata, bahwa Jokowi tidak akan pernah berhasil menjadi presiden jika sebelumnya tidak sukses menduduki kursi Gubernur DKI.

Sehingga mata-rantainya akan dapat terlihat, bahwa bukankah sesungguhnya kesuksesan Jokowi dan PDIP saat ini adalah berkat “kebaikan hati” dari sang penculik?

Atau boleh dibilang, bahwa bukankah Jokowi dan PDIP bisa menikmati kesuksesan saat ini, itu sesungguhnya tidak terlepas dari jerih payah seseorang yang hari ini mereka tuding habis-habisan sebagai penculik?

Jika demikian, maka para “cebong” yang ikut berteriak kencang menjelek-jelekkan Prabowo di media sosial saat ini masih bisa menikmati “hidup” (minimal sebungkus nasi), pun boleh dikata sesungguhnya adalah berkat jerih payah Prabowo juga.

Sudah begitu, Jokowi dan PDIP tampaknya malah mengingkari “kebaikan” sang penculik, alias Prabowo tidak dianggap.

Jadi silakan dipikir, Prabowo yang modali miliaran rupiah di Pilkada DKI Jakarta saja tidak dianggap, apalagi kalian yang cuma modal nyoblos doang, mikir dong, bong… !!!

——-

(Penulis adalah Pengamat Politik, Hukum dan Sosial. Serta aktivis penggerak perubahan dan penegak kedaulatan rakyat, Presidium GSI=Gerakan Selamatkan Indonesia)


Redaksi menerima artikel dari semua pihak sepanjang dianggap tidak berpotensi menimbulkan konflik SARA. Setiap artikel yang dimuat adalah menjadi tanggungjawab sepenuhnya oleh penulis.

Bagikan dengan:

Muis Syam

16,081 views

Next Post

Demi "Good Government", Husin Mahmud: Komunikasi Pemerintah dengan Legislatif Harus Lebih Intens

Rab Apr 10 , 2019
Wartawati: Resti Djalil Cono~Editor:Dewi Mutiara  DM1.CO.ID, BONE BOLANGO: Dalam tatanan pemerintahan perlu diterapkan yang namanya reformasi birokrasi. Untuk mewujudkannya, perlua adanya komunikasi yang intens antara perangkat daerah. Hal ini yang selalu disuarakan oleh Komisi III DPRD Bone Bolango Husin Mahmud. Menurut Husin, melalui komunikasi yang baik, akan tercipta sinergitas antara […]