DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Perseteruan antara Idris, Kepala Desa (Kades) Atolanu, Kecamatan Lambandia Vs Sri Asih yang menjabat Kasubbag Perencanaan Inspektorat Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), berbuntut panjang.
Usai Sri Asih diperiksa oleh Propam (Profesi dan Pengamanan) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), dalam dugaan keterlibatan oknum Tipikor Polres Kolaka, kini giliran Idris yang harus menjalani pemeriksaan di Polres Kolaka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik.
Idris pada Selasa (16/11/2021) lalu dilaporkan oleh Sri Asih terkait surat pernyataannya diselembaran kertas yang sempat viral di media online.
Dalam surat pernyataan yang ditanda-tangani oleh Idris di atas meterai 10.000 itu, memuat tentang adanya uang senilai Rp.130 Juta yang diminta oleh Sri Asih, yang selanjutnya uang itu disebutkan mengalir ke “kantong” Aparat Penegak Hukum (APH).
Kepada Kepala Biro DM1 Koltim, Idris mengaku jika dirinya sudah diperiksa oleh penyidik Polres Kolaka pada Rabu (24/11/2021). Inti pertanyannya mengenai proses mulai dari waktu Sri Asih dan Nur Purbo melakukan pemeriksaan (hanya satu hari saja audit) di Desa Atolanu, kemudian Idris diajak oleh Sri Asih di kantor Inspektorat sampai pada proses pemberian “uang keamanan” untuk oknum Tipikor Polres Kolaka (sesuai yang dibuat dalam pernyataan).
“Iya benar, saya sudah diperiksa di Polres. Diambil kembali data-data sama seperti ji yang diperiksa oleh Propam Polda. Terkait masalah surat pernyataan itu, termasuk laporannya ibu Sri juga,” katanya melalui telepon, Kamis (24/11/2021).
Sebetulnya, kata Idris, surat pemanggilan dari kepolisian untuknya sudah ada sejak Selasa (23/11/2021), namun lantaran belum sempat, maka Idris mengaku esok baru bisa hadir, yakni tepatnya Rabu (23/11/2021).
“Surat panggilannya ada di rumah ini. Penyidiknya atas nama pak Razak. Dia katakan, ini kan baru tahap penyelidikan, pak Idris. Kita mau ambil bukti-bukti dulu. Istilahnya dia (penyidik) mau menyelidiki juga ibu Sri, begitu dia bilang,” jelas Idris.
“Waktunya selesai mi pemeriksaan, dia tanya saya bagaimana mi pak desa kalau ini tidak bisa dibuktikan. Saya bilang mudah-mudahan bisa dibuktikan, karena saya juga punya saksi ini. Bahwa saya memang pernah memberi uang yang disaksikan oleh bendahara dan TPK Atolanu. Ditanyakan juga ada kuitansi atau rekaman, saya bilang tidak ada pak hanya saksi saja. Begitu ji sama dengan pertanyaan yang diajukan Propam Polda,” urai Idris.
Di kesempatan yang berbeda, Sudirman selaku bendahara Desa Atulano bercerita melalui sambungan telepon mengungkapkan, pernah memberi uang kepada Nur Purbo yang disaksikan Sri Asih sekitar Juni 2020. Pemberian dilakukan dengan dua tahap.
Pertama Rp.70 Juta, lanjut Sudirman, dan kedua Rp.50 Juta. Selanjutnya di hari yang sama (saat pemberian Rp.50 Juta), Sudirman juga mengaku harus mengeluarkan tambahan Rp.10 Juta kepada Sri Asih secara langsung di ruangannya di Subbagian Perencanaan Inspektorat Koltim.
“Uang Rp.70 Juta diberikan oleh pak desa diterima oleh Nur Purbo. Waktu kami sorong (serahkan) ada juga ibu Sri Asih, saya, pak desa dan TPK, Muhammad Hatta. Lima hari kemudian saya sendiri yang datang serahkan kepada pak Purbo. Di ruangnya pak Purbo. Waktu itu ada juga ibu Sri Asih. Saya hanya sendiri, tidak ada yang lain. Saya hanya mengantarkan uang Rp.50 Juta dari sisa kekurangan yang Rp.70 Juta,” ungkap Sudirman.
“Pak Purbo bilang, oke. Kalau ibu Sri bilang ya sudah, ini sudah selesai. Kemudian Rp.10 Juta saya serahkan langsung kepada ibu Sri Asih di ruangannya. Untuk biaya operasionalnya (pembeli bensin). Saya hanya berdua saja dengan ibu Sri Asih. Dia bilang oke, terimakasih. Kemudian saya langsung tinggalkan dia di ruangannya,” tambah Sudirman.
Beberapa hari kemudian setelah memberikan uang, Sudirman mengaku dihubungi oleh Sri Asih dan menyampaikan akan dilakukan kegiatan ekspos terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), di kantor Inspektorat.
“Jadi waktu ekspos LHP hanya 2019 saja, tahun 2018 sudah tidak diekspos waktu itu. Dalam ekspos LHP tahun 2019, kami melakukan pembelaan. Dari Rp.200 Juta itu (berdasarkan hasil audit Sri Asih dan Purbo), kami hanya mengembalikan ke kas desa sebesar Rp.11.300.000,” beber Sudirman.
Hasil temuan Nur Purbo dan Sri Asih saat melakukan audit (selama satu hari), ternyata tidak sebesar dengan nilai pengembalian kepala desa Atolanu sesuai hasil ekspos LHP khusus untuk tahun 2019. (rul/dm1)