DM1.CO.ID, GORONTALO: Sejak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Gorontalo, Firdaus Dewilmar, mengaku akan mendalami keterlibatan Gubernur Rusli Habibie dalam kasus dugaan korupsi proyek GORR (Gorontalo Outer Ring Road), maka saat ini tidak sedikit pihak dari berbagai kalangan pun menunggu hasil pendalaman tersebut.
Meski diakui ada kerugian negara yang cukup besar, namun sejauh ini pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo belum juga bisa memunculkan tersangka dari kasus dugaan korupsi (penyimpangan) GORR tersebut.
Dan kendati sudah sangat banyak saksi yang telah diperiksa, namun pihak Kejati Gorontalo mengaku sampai saat ini masih terus berupaya menggali data-data untuk dijadikan bukti sebagai hasil penyelidikan.
Masyarakat dari berbagai lapisan pun mulai mempertanyakan lambannya pihak Kejati Gorontalo dalam memunculkan tersangka.
Meski begitu, wartawan DM1 berhasil mengorek sedikit keterangan dari pihak BPKP Perwakilan Gorontalo yang menyebutkan, bahwa tim investigator BPKP dalam waktu dekat ini sudah merampungkan data-data kasus yang akan menyeret sejumlah petinggi di daerah ini.
Hal itu juga seiring dengan makin derasnya desakan kepada pihak Kejati agar secepatnya menentukan tersangka.
Tak hanya diskusi-diskusi lepas di sejumlah warung kopi yang nyaris tiap hari menyoroti kasus GORR, para mahasiswa dari berbagai elemen bersama para pegiat anti korupsi juga telah mendesak Kejati Gorontalo dalam aksi demo agar segera menuntaskan kasus GORR.
Seberapa besar kemungkinan keterlibatan Gubernur Rusli Habibie dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp.90 Miliar itu?
Menyikapi penilaian yang memandang bahwa Gubernur Rusli Habibie adalah sosok yang sangat berpotensi ditetapkan sebagai tersangka, Sekda Provinsi Gorontalo Darda Daraba pun angkat bicara.
Dalam bincang-bincang awak DM1 di rumah dinas Sekda Provinsi Gorontalo, Darda Daraba menyebutkan, Gubernur Rusli Habibie sangat sulit ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus GORR.
Menurut Darda, pimpinan daerah pasti mendisposisi: laksanakan sesuai aturan. “Kalau tidak sesuai aturan, mana mungkin mau dilaksanakan,” ujar Darda seraya menambahkan bahwa gubernur mengarahkan agar dilaksanakan sesuai aturan, dan jika kemudian dilaksanakan tidak sesuai aturan, maka jelas gubernur tidak bersalah.
Dalam kasus GORR, kata Darda, Gubernur Rusli tidak melakukan tanda-tangan pengeluaran uang proyek. “Sebab GORR itu ada KPA-nya tersendiri,” ungkap Darda.
Darda mengaku tidak melihat adanya penyelewengan yang diduga dilakukan oleh Gubernur Rusli, karena semua transaksi pembayaran dilakukan secara transfer. “Pembayarannya dilakukan melalui rekening, tidak melalui pribadi cash to cash,” ujar Darda.
Darda juga menjelaskan, bahwa jika ada pihak atau jajaran di bawah gubernur yang dianggap secara teknis melakukan kesalahan, maka itu dipastikan bukan hasil arahan dari gubernur. Sebab, kata Darda, domain gubernur bukan di masalah teknis, tapi di kebijakan.
Jadi menurut Darda, keterlibatan Gubernur Rusli dalam kasus GORR ini sangat jauh, yakni bagai langit dan bumi.
Sebab pembayaran yang dilakukan, menurut Darda, juga berdasarkan rekomendasi dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) sesuai undang-undang.
“Dan cuma enam hari dikasih waktu harus bayar itu kalau sudah ditetapkan oleh BPN. Lalu kira-kira (peran) gubernur ada di mana? Kan bukan gubernur yang suruh bayar, tapi BPN yang perintah untuk membayar,” jelas Darda.
Dan mengenai angka atau harga tanah yang dimunculkan, menurut Darda, itu urusan yang sudah dinilai sesuai kalkulasi oleh tim appraisal (penilai).
Terkait dengan pemanggilan sejumlah pejabat untuk dimintai keterangannya oleh Kejati, menurut Darda itu sudah tepat.
Sebab menurutnya, pemanggilan kepada banyak pihak, termasuk kepada sejumlah pejabat itu adalah agar pihak kejaksaan tidak salah menetapkan tersangka.
“Memang (pejabat itu) harus dipanggil, supaya jelas. Justru bahaya kalau tidak dipanggil, karena kasihan (Kejaksaan) bisa memutuskan yang tidak benar,” tegas Darda. (ams/dm1)
Sen Apr 22 , 2019
Wartawati/Editor: Dewi Mutiara DM1.CO.ID, GORONTALO: Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2019 di Gorontalo menyisakan sejumlah persoalan, salah satunya di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditemukan pemilih dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) luar daerah tetapi menggunakan hak suaranya di TPS setempat.