DM1.CO.ID, GORONTALO: Abdul Rahman Arsjad alias ARA, kontraktor yang selama ini menagih sisa pembayaran atas proyek pembangunan salah satu gedung perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMGo), akhirnya melaporkan Nelson Pomalingo atas nama lembaga (UMGo) ke Polda Gorontalo, pada Selasa (13/4/2021) dengan motif dugaan penipuan.
Datang ke Polda Gorontalo, ARA hanya ditemani oleh istri tanpa didampingi kuasa hukum. “Iya, tadi saya melapor ke Polda, motif penipuan. Yang saya lapor atas nama lembaga UMGo, tapi Pak Nelson sudah pasti terbawa-bawa dan terlibat di dalamnya,” ungkap ARA kepada Wartawan DM1, via telepon seluler, Selasa malam (13/4/2021).
“Alhamdulillah, saya (melapor) sudah memikirkan secara matang. Sudah menunggu terlalu lama, dan saya sudah mencoba secara musyawarah, tapi tidak ada juga tanggapan, apalagi sudah diberitakan, paling tidak (harusnya) sudah ada respons, ditunggu-tunggu tapi tidak ada tanggapan dan niat baik, jadi masalah ini seolah-olah disepelekan oleh Pak Nelson,” sambung ARA.
Ada sekitar 6 jam ARA mengaku memberikan keterangan di hadapan penyidik Polda Gorontalo. “Waktu melapor tadi, mulai dari jam 9 sampai jam 3 sore saya beri keterangan di Polda,” ungkap ARA.
Penyidik, kata ARA, sempat menanyakan mengapa nanti sekarang melapor. ARA lalu menjawab, bahwa upaya dan pendekatan secara baik-baik telah dilakukannya sejak hampir 6 tahun. Dan saat Pilkada 2020 barusan, ARA mengaku tak ingin melapor karena menghindari kesan jangan sampai hanya ingin menjatuhkan Nelson Pomalingo secara politik yang kembali maju sebagai calon Bupati Gorontalo.
Olehnya itu, ARA kemudian harus menunggu lagi hingga Pilkada di Kabupaten Gorontalo itu usai. Dan sayangnya, menurut ARA, upaya dari Nelson Pomalingo untuk menuntaskan masalah ini semakin tidak terlihat, bahkan di kala ia dinyatakan kembali terpilih sebagai bupati untuk kedua kalinya.
Seperti yang telah diberitakan setahun silam di DM1, bahwa ARA selaku kontraktor, pada Selasa (30 Juni 2015), menerima Surat Perintah Kerja (SPK) Proyek Pembangunan Gedung Kuliah “Rusli Habibie”, di UMGo.
SPK Nomor: 277/II.3.AU/SPK/VI/2015 yang terdiri dari 9 pasal itu ditanda-tangani oleh Prof. Dr. Ir. H. Nelson Pomalingo, M.Pd sebagai Rektor UMGo kala itu.
Proyek pembangunan gedung kuliah yang berasal dari anggaran hibah Gubernur Gorontalo (Rusli Habibie) sebesar Rp. 903.125.000 itupun dinyatakan rampung 100 persen dikerjakan oleh ARA.
Berita Acara Serah Terima Pembangunan Gedung Fakultas UMGo pun telah ditanda-tangani oleh Nelson Pomalingo dan ARA, yakni pada Selasa (2 Februari 2016).
Sayangnya, meski telah merampungkan pekerjaan proyek gedung perkulliahan tersebut, namun ARA mengaku hingga kini pembayaran yang menjadi haknya belum juga diselesaikan.
Dan ARA mengaku, hingga detik ini masih ada sekitar Rp.420-an Juta yang belum dibayarkan oleh Nelson Pomalingo selaku Rektor UMGo yang kala itu sedang “sibuk” dalam urusan mencalonkan diri sebagai Bupati Gorontalo periode pertama.
Sangat panjang waktu yang harus dilalui oleh ARA hanya untuk menagih, namun tak kunjung ada jalan penyelesaian. Dan saat ini, ARA pun mengaku sudah lelah “mengemis” sisa haknya yang tak kunjung ada tanda-tanda untuk segera dibayarkan.
ARA mengaku sempat mendatangi Nelson Pomalingo sesaat setelah berhasil menjadi bupati (periode pertama) di rumah dinas. Kala itu, ARA didampingi oleh dua orang pengacara dari Jakarta.
“Kita musyawarah saja, tidak usah pakai perjanjian, nanti kita saling telepon di Jakarta,” ujar ARA mengulang perkataan Nelson Pomalingo saat pertemuan di rumah dinas tersebut.
Karena belum ada juga kejelasan hingga bulan berganti tahun, ARA pun kemudian mengaku mencoba menghubungi kembali Nelson, namun lagi-lagi tak ada hasil.
“Setelah itu saya komunikasi, telepon tidak dijawab, tapi kalau WA pasti dibalas, tapi tidak ada solusinya, sampai saya sudah menunggu hampir lima tahun ini,” keluh ARA setahun silam kepada Wartawan DM1..
ARA mengaku sempat bertemu Nelson pada acara pelantikan FKPPI di Pentadio Resort, Gorontalo, pada Sabtu (4 Januari 2020). Namun pada kesempatan tersebut, ARA melihat Nelson seolah-olah “lupa” dengan sangkutannya, sehingga ARA pun sengaja tidak ingin menyinggung soal “utang” itu karena memang momennya tidak tepat.
Hingga kemudian, ARA pun mengaku benar-benar lelah dengan waktu yang begitu sangat panjang untuk menagih haknya, namun hingga kini belum ada juga tanda-tanda kepastian untuk dilakukan pembayaran. “Pesan terakhirnya (Nelson) nanti ketemu di Jakarta, tapi tidak ada solusi,” kata ARA.
Dan menurut ARA, ini yang menjelaskan mengapa harus saat ini persoalan pembayaran tersebut tak bisa lagi diulur-ulur waktunya.
Karena sangat banyak hanya diberi janji, maka di benak Rahman menilai Nelson sebagai sosok yang sudah sangat “kusut” (bagai benang) dan tak bisa lagi dipegang perkataannya.
“Sudah pabaliut kalau orang Sunda bilang kusut, omongannya yang tidak bisa dipegang lagi. Satu kata, saya sudah tidak percaya,” lontar ARA.
ARA menilai Nelson antara hati, pikiran dan ucapannya berbeda. “Orangnya mungkin baik, tapi cara omongannya itu. Tapi saya bersabar, karena saya orang bisnis juga, saya bersabar dan bersabar, pasti ada endingnya juga,” ucap ARA.
Dan ARA mengaku pernah menyampaikan kepada Nelson, bahwa jika masih tak ada kepastian, maka akan diurus sendiri. “Kalau tidak ada niat baik bapak, saya akan urus sendiri. Dalam arti saya tidak ada kompromi lagi, tidak diskusi lagi,” lanjut ARA.
“Saya sudah coba untuk telepon dan WA, tapi tidak ada niat baiknya. Saya cuman ingat janji beliau (Nelson). Dan tèrakhir saya WA ke beliau, kalau (memang) tidak ada jalan keluarnya, (maka) saya akan ke media. Itu terakhir saya WA,” pungkas ARA.
Wartawan DM1, pada Sabtu (15/2/2020), mencoba mengonfirmasi terkait permasalahan ini kepada Nelson Pomalingo via percakapan WA di nomor 08124318xxx, namun ketika itu Nelson tidak memberi tanggapan.
Pertemuan pertama ARA dan Nelson selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMGo) terjadi di Jakarta, sekitar 6 tahun silam dengan membuahkan kesepakatan lisan.
Artinya, ketika itu ARA mendapat “restu” dari Nelson Pomalingo untuk mengerjakan proyek Gedung Perkuliahan “Rusli Habibie”, yang belakangan gedung ini dinamai “Rusli Habibie-Idris Rahim”. Pengerjaan gedung yang dikerjakan ARA ini adalah proyek lanjutan dari kontraktor sebelumnya.
Pada Selasa, 30 Juni 2015, ARA pun secara resmi mendapat Surat Perintah Kerja (SPK) untuk merampungkan pengerjaan gedung tersebut.
SPK bernomor: 277/II.3.AU/SPK/VI/2015 itu mencantumkan nilai anggaran proyek sebesar Rp. 903.125.000, yang berasal dari dana hibah Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie.
ARA pun kemudian berhasil merampungkan pengerjaan fisik gedung tersebut 100 persen. Dan perampungan itu ditandai dengan ditanda-tanganinya lembar laporan progres proyek pembangunan yang disebutkan telah mencapai 100 persen.
Selain itu, bukti pekerjaan yang telah mencapai 100 persen tersebut juga ditandai dengan telah ditanda-tanganinya Berita Acara Serah Terima Pembangunan Gedung Fakultas UMGo, oleh Nelson Pomalingo dan ARA bermaterai 6000, pada Selasa (2/2/2016).
Dari kedua dokumen (laporan progres dan berita acara) tersebut, ARA pun mengajukan sisa tagihan sesuai termin ke pihak UMGo. Namun sayang, bukannya dibayarkan, ARA malah disodorkan CCO (Contract Change Order) oleh pihak UMGo.
Ketika itu, ARA mengaku merasa heran dan sempat mempertanyakan, mengapa CCO (Pekerjaan Tambah, dan khususnya Pekerjaan Kurang) dimunculkan di saat proyek dinyatakan telah rampung 100 persen.
Meski begitu, ARA mengaku harus kembali mengerjakan proyek itu sesuai dengan CCO Pekerjaan Tambah (P+) yang bernilai Rp.267.199.000.
Sementara CCO Pekerjaan Kurang (P-) sebesar Rp.209.893.000, menurut ARA, itu adalah merupakan hal yang ngawur.
ARA menegaskan, bagaimana mungkin pekerjaan yang dinyatakan (ditanda-tangani) sudah 100 persen rampung dalam berita acara penyerahan gedung pada 2 Februari 2016, lalu kemudian CCO Pekerjaan Kurang dimunculkan pada 16 Februari 2016?
Meski demikian, ARA mengaku tidak mau ribut, yakni dengan tetap mengerjakan CCO Pekerjaan Tambah hingga rampung.
Namun setelah CCO Pekerjaan Tambah sudah rampung ditunaikan, ARA pun kemudian menagih sisa pokok dan pembayaran CCO Pekerjaan Tambah ke pihak UMGo.
Berdasarkan kuitansi yang ada, ARA baru menerima secara langsung pembayaran dari pihak UMGo sebesar Rp.680.625.000. Artinya, masih ada kekurangan sebesar Rp.222.500.000 dari nilai pokok proyek (Rp.903.125.000).
Sehingga yang ditagih oleh ARA adalah Rp.222.500.000 ditambah CCO (P+) Rp.267.199.000 sama dengan Rp.489.699.000. Atau (Rp.222.500.000 + Rp.267.199.000 = Rp.489.699.000).
Nilai Rp.489.699.000 itu, menurut ARA, dikurang pembayaran yang telah diberikan langsung oleh Nelson Pomalingo sebesar Rp.57 Juta, sehingga total bersih yang ditagih oleh ARA saat ini adalah sebesar Rp.432.699.000, atau (Rp.489.699.000 – Rp.57.000.000= Rp.432.699.000).
ARA menolak adanya CCO Pekerjaan Kurang, sebab CCO ini muncul di saat pekerjaan pokok sudah rampung 100 persen. Artinya, materi dan energi telah dikeluarkan oleh ARA untuk menyelesaikan 100 persen pekerjaan, lalu ketika dianggap sudah selesai tiba-tiba muncul CCO Pekerjaan Kurang. Sehingga ARA tetap menagih sisa tagihan pokok sebesar Rp.222.500.000 ditambah CCO Pekerjaan Tambah Rp.267.199.000= Rp.489.699.000 dikurang Rp.57 juta, yakni sebesar Rp.432.699.000 yang dibulatkan oleh ARA cukup Rp.420 Juta.
Nilai sisa bersih yang ditagih ARA ini kemudian berbeda dengan perhitungan pihak UMGo. Pihak UMGo menghitung Rp.432.699.000 yang ditagih oleh ARA itu harus dikurangi dengan CCO (P-) sebesar Rp.209.893.000, atau Rp.432.699.000 – Rp. 209.893.000= Rp.222.806.000.
Nilai Rp.222.806.000 inipun, menurut pihak UMGo, sudah dibayarkan kepada seseorang berinisial TFR, mantan keluarga ARA. Pembayaran tersebut dibuktikan dengan 2 lembar kuitansi yang ditanda-tangani oleh TFR. Yakni, satu lembar kuitansi bernilai Rp.100.000.000, dan selembar lainnya bernilai Rp.122.125.000.
Di sinilah persoalannya, UMGo mengaku sudah membayarkan seluruh pembayaran. Namun ARA protes. Sebab, menurut ARA, bagaimana mungkin pihak UMGo berani menyerahkan uang sebesar itu tanpa ada surat kuasa darinya (ARA)?
Terkait hal tersebut, ARA mengungkapkan, suatu ketika pihak UMGo menghubungi melalui telepon agar datang ke Gorontalo untuk menerima pembayaran. Karena saat itu sedang sibuk di Jakarta mengurus proyek lain, ARA pun meminta kebijaksanaan untuk penerimaan pembayaran itu diserahkan saja kepada saudara kandungnya yang ada di Gorontalo.
Kebijaksanaan itu, kata ARA, tidak disetujui oleh pihak UMGo, sehingga terpaksa dirinya harus terbang ke Gorontalo untuk menerima sendiri pembayaran tersebut.
Olehnya itu, ARA mengaku heran, sedangkan diminta untuk dapat diwakili oleh saudara kandung sendiri, UMGo tidak bersedia menyerahkan pembayaran itu. “Lalu kenapa tiba-tiba muncul dua kuitansi yang diterima oleh orang lain (mantan keluarga ARA)?” lontar ARA bertanya-tanya.
Persoalan inipun membuat kedua belah pihak sepakat membentuk tim masing-masing (tim ARA dan tim UMGo) yang terdiri dari 3 orang setiap tim.
Tim inilah, menurut ARA, yang kemudian duduk bersama dan berdiskusi untuk mencari solusi terhadap permasalahan pembayaran. Solusi yang dimunculkan adalah membuat surat perjanjian, yang kemudian telah ditanda-tangani oleh seluruh anggota tim yang ada.
Malam itu, tim sepakat untuk membawa surat perjanjian tersebut langsung ke Nelson Pomalingo (ke rumah dinas) yang saat itu baru saja menjabat sebagai Bupati Gorontalo. Artinya, itu seolah UMGo sepakat melempar “bola” (persoalan) itu ke Nelson Pomalingo.
Di rudis malam itu juga, ungkap ARA, tim menyodorkan surat perjanjian tersebut kepada Nelson Pomalingo agar turut ditanda-tangani. Namun Nelson Pomalingo menolak bertanda-tangan di dalam surat perjanjian tersebut.
Diungkapkannya, meski menolak bertanda-tangan, namun Nelson Pomalingo yang memang merasa punya kewajiban untuk membayar sisa pekerjaan proyek itupun memberikan Rp.57 Juta kepada ARA.
ARA yang ditemani 2 orang lawyer malam itu mengaku heran dan merasa ada keanehan, sebab meski menolak menanda-tangani surat perjanjian itu, namun Nelson Pomalingo tetap menyerahkan uang sebesar Rp. 57 Juta kepada ARA. Tetapi di saat bersamaan, surat perjanjian yang ingin diminta kembali oleh ARA malam itu malah dimusnahkan (disobek) oleh anak buah Nelson.
“Saya pas keluar (dari rudis) itu saya minta dengan anak buahnya, anak buahnya juga nggak kasih itu, sudah langsung dimusnahkan disobek,” ungkap ARA.
“Kita musyawarah saja, tidak usah pakai perjanjian, nanti kita saling telepon di Jakarta,” ujar ARA mengutip perkataan Nelson Pomalingo saat pertemuan di rumah dinas malam itu.
Meski muncul keheranan dan keanehan, namun ARA mengaku mencoba berpikiran positif. Di benak ARA, tidak mungkin seorang pejabat publik seperti Nelson ingin mengingkari perkataannya untuk menyelesaikan tagihan itu di Jakarta.
Namun singkat cerita, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun, setiap menagih hanya diberi janji-janji yang hingga saat ini tidak ada kejelasan. “Setelah itu saya komunikasi, telepon tidak dijawab, tapi kalau WA pasti dibalas, tapi tidak ada solusinya, sampai saya sudah menunggu hampir lima tahun ini,” keluh ARA.
Tentang mengapa tidak menagih ke UMGo, menurut ARA, karena “bolanya” sudah ada pada Nelson Pomalingo, yakni saat tim UMGo dan tim ARA mengajukan surat perjanjian kepada Nelson Pomalingo di rudis Bupati Gorontalo kala itu.
ARA pun menegaskan dan memastikan akan melaporkan ke polisi untuk dilanjutkan ke proses hukum, apabila tetap tidak mendapatkan solusi pembayaran. “Saya sudah kerja, dan sudah mengeluarkan modal dan biaya yang tidak sedikit, sehingga saatnya saya menuntut pembayaran lunas,” ujar ARA seraya menegaskan, bahwa sampai kapanpun tetap terus menagih dan menuntut haknya tersebut. (tim/ams)
Jum Apr 16 , 2021
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), Rabu (14/4/2021) melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) bersama para kepala daerah dan wakil kepala daerah seluruh Indonesia hasil Pilkada 2020.