Opini, oleh: Kisman Abubakar*
JALUR independen vs Parpol, bukan cara aman rebut kemenangan. Jalur independen dalam bursa pemilihan kepala daerah seakan menjadi simbol perlawanan terhadap partai politik.
Sebab, dari berbagai survei kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi dan penegak hukum, partai politiklah yang menempati urutan paling buncit.
Misalnya, survei nasional Poltracking Indonesia, kepercayaan publik terhadap partai politik (parpol) menempati posisi terendah dengan porsi 48%.
Posisi terendah kedua dan ketiga, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Ada hal yang paling sulit ditempuh oleh kepala daerah yang berangkat dari jalur independen, yaitu ketika mereka menang, kepala daerah tersebut harus rapat (berurusan) dengan pihak parlemen yang berasal dari kumpulan partai politik.
Dan situasi ini sangat sulit dikendalikan karena tidak ada kawan di parlemen, sehingga semua program yang ditawarkan pada saat kampanye bisa ikut menjadi sulit diwujudkan.
Kepala daerah yang menang dari jalur independen harus siap mengikat pinggangnya dengan sangat kencang untuk mengembalikan modal saat kampanye.
Sebab, sudah menjadi rahasia umum, pasangan dari jalur independen harus mengeluarkan biaya mahal agar bisa mengimbangi manuver pasangan dari partai politik. Dan ini menjadi alasan, mengapa para pemenang Pilkada umumnya sibuk untuk mengembalikan uang modal mereka yang telah terbuang di saat proses Pilkada.
Dirangkum dari berbagai sumber, para pemenang harus menggunakan pola 2 tahun pertama untuk mengembalikan modal, pada 2 tahun berikutnya untuk pengumpulan modal, dan setahun terakhir untuk membeli para konstituen.
Hal menarik tentang mengapa jalur independen saat ini lebih diminati oleh rakyat, adalah karena rakyat kita sudah muak dengan janji-janji serta sikap dari para politikus. Sehingga memang, peluang kandidat dari jalur independen bisa lebih besar untuk memenangkan pertarungan Pilkada.
Satu contoh, pasangan independen DAMAI (Darwis Moridu-Anas Yusuf) berhasil terpilih pada perhelatan Pilkada di Kabupaten Boalemo periode 2017-2022.
Pasangan dari jalur independen ini mampu “menaklukkan” paslon petahana PAHAM yang bernomor urut 1 sebelum hari H “pertandingan” (pemilihan).
Padahal, PAHAM diusung dan didukung oleh seluruh partai politik pemilik kursi di DPRD Boalemo tanpa sisa. Setelah itu, beberapa saat usai hari pemungutan suara, DAMAI pun berhasil “menaklukkan” paslon nomor urut 3 (UNGGUL).
Kemenangan Pasangan DAMAI ini sangat jelas adalah merupakan cerminan bahwa rakyat lebih menghendaki sosok pemimpin yang “steril” dari sentuhan tangan partai politik. Dan ini bisa dilihat dari suara kemenangan DAMAI yang diraih sebesar 60.30%.
Namun hal yang samasekali tak disangka, setelah setahun lebih menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Boalemo terpilih dari jalur independen, Darwis Moridu dan Anas Yusuf malah membuat Boalemo jadi warna “Merah”.
Bupati Darwis bahkan dinilai lebih cenderung melakukan penekanan dan pengekangan kepada seluruh warganya, termasuk para PNS yang tidak mendukung dan dinilai tidak pro ke “Merah” maka akan “dilibas”.
Akibatnya, tidak sedikit masyarakat Boalemo pun saat ini bertanya-tanya: bahwa bukankah pasangan DAMAI ini berangkat dari jalur independen? Yang artinya adalah tidak memihak kepada satu warna partai?
Dan sepertinya, situasi batin masyarakat Boalemo saat ini merasa “dibodohi dan ditipu” dengan istilah jalur independen, karena pada kenyataannya bupati saat ini setelah terpilih justru sepertinya hanya berbuat untuk kepentingan partai politik tertentu.
Tapi mudah-mudahan saja ini cuma sebatas perspektif yang bisa menjadi introspeksi bagi semua pihak, dengan harapan agar Bupati dan Wakil Bupati Boalemo bisa lebih memperlihatkan integritas yang tinggi untuk tetap konsisten melayani masyarakat, bukan hanya kepada partai politik tertentu saja.
Terlebih di saat seperti sekarang ini kita sedang berada di tahun politik yakni Pilpres dan Pileg, hendaknya kepala daerah dari jalur independen harus benar-benar netral dan tidak memihak ke salah satu parpol.
Namun apabila pasangan bupati yang terpilih dari jalur independen ternyata lebih berpihak kepada partai politik tertentu dalam perjalanan pemerintahannya, maka itu adalah bukti konkrit bahwa bupati yang bersangkutan telah mencederai hati rakyatnya, dengan cara menipu (berpura-pura) di awal sebagai pasangan non-parpol.
——
(Penulis adalah pemerhati sosial-politik Boalemo)
——-
Tulisan ini telah diedit seperluhnya tanpa menjauh dari kalimat-kalimat terdahulu.
Jum Jan 4 , 2019
Wartawan: Kisman Abubakar~ Editor: AMS|| DM1.CO.ID, BOALEMO: Direktur Rumah Sakit Tani dan Nelayan (RSTN) Boalemo yang baru saja dilantik, pada Jumat (28/12/2018), tiba-tiba menjadi sorotan oleh sejumlah kalangan.