Biar Cepat “Lunas”, Mending Jokowi Segera Jadikan Ahok Presiden

Bagikan dengan:

AMS (Pempred DM1)

DALAM sebuah rapat, Ahok pernah membongkar sekaligus mengungkap jasa dan budi para pengembang yang telah diberikan kepada Jokowi hingga dapat berhasil menjadi presiden. Itu artinya, kalau bukan karena bantuan dari pengembang, maka Jokowi tidak akan pernah bisa jadi presiden.

“Pak Jokowi tidak bisa jadi presiden kalau ngandalin APBD. Saya ngomong jujur kok, jadi selama ini kalau bapak ibu lihat yang terbangun sekarang rumah susun, jalan inspeksi, waduk, semua itu semua full pengembang,” ungkap Ahok ketika itu.

Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa pengembang yang dimaksud adalah pengembang taipan yang telah “dirangkul” oleh Ahok.

Karena merasa ikut berjasa dan menanam budi atas keberhasilan Jokowi menjadi presiden, Ahok pun merasa bisa bebas berbuat apa saja, arogansinya makin membesar, mulutnya makin leluasa menyemprot siapa saja dengan kata-kata kasar. Sebab ia merasa tak ada satupun orang di republik ini yang bisa melawannya, termasuk Jokowi sebagai presiden pun seolah dipandang kerdil lantaran punya “utang” jasa dan budi terhadap dirinya.

Lihat saja, Jokowi sebagai presiden nampaknya memang benar-benar tak punya nyali untuk menghentikan kekacauan dan pelanggaran yang ditimbulkan oleh Ahok. Mulai dari penggusuran yang membabi-buta terhadap wong cilik, masalah dugaan korupsi skandal kasus Reklamasi Teluk Jakarta, RS. Sumber Waras, rencana mencampur bensin untuk menyerang pengunjuk-rasa melalui water-canon, penistaan agama, mengancam ulama, dan bahkan membongkar “aib” Jokowi yang bisa jadi presiden karena jasa dan budi pengembang, serta lain sebagainya.

Tengoklah, berbagai kasus yang melibatkan Ahok memang nyatanya lolos semua, bahkan sudah jadi rahasia umum jika siapapun yang berani menggangu Ahok pasti akan menerima segala risikonya yang buruk, mulai dipecat dari jabatannya, dikriminalisasi hingga pembunuhan karakter oleh kacung-kacung si penista agama bersama berbagai media pendukungnya, termasuk melibatkan pasukan cyber corps yang siap membully di medsos kepada siapa saja yang coba-coba menghalau langkah majikannya, Ahok.

Ahok sepertinya memang benar-benar mendapat keistimewaan dari pihak Istana. Semua lembaga negara tidak berkutik menghentikan kecongkakan Ahok, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi benteng terakhir rakyat untuk menghentikan tindak tanduk Ahok, hari ini juga dalam kondisi kritis, tokoh-tokohnya dihina, dicaci-maki dan dipecah belah. Pelan tapi pasti semua yang menggangu Ahok di binasakan (Angon mongso : waktu yang tepat untuk dibinasakan)

Sungguh, negeri ini benar-benar berhasil dibuat kacau serta berantakan oleh sikap dan ulah dari seorang Ahok, hingga terancam menimbulkan konflik sosial (ras, suku, dan agama), konflik ekonomi, hukum, dan konflik perpecahan lainnya.

Energi bangsa saat ini benar-benar dibiarkan tersedot habis kepada permasalahan yang hanya berputar-putar pada satu tema, yakni “kekacauan Ahok”. Dan rakyat pun kini bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Mengapa? Karena Jokowi sebagai presiden memang sepertinya sudah sangat jelas-jelas tersandera dengan “utang” jasa serta budi dari Ahok dan juga dari para pengembang taipan itu.

Mengetahui kondisi tersebut, sejumlah netizen pun berceloteh, jika memang Jokowi punya utang jasa dan budi dari Ahok, maka segeralah Jokowi membayar dan melunasinya dengan menjadikan Ahok sebagai Gubernur DKI, atau kalau boleh langsung saja angkat Ahok sebagai Wakil Presiden menggantikan Jusuf Kalla di tengah jalan, atau juga kalau bisa sekalian Jokowi mengumumkan mengundurkan diri dari kursi presiden, dan sebagai gantinya adalah Ahok.

Celoteh sejumlah netizen ini memang kelihatannya agak ngawur, namun mungkin hanya dengan cara seperti itu Jokowi bisa terbebas utang jasa dan budi dari Ahok serta dari para pengembang. Selanjutnya, biarkan rakyat yang menghadapi dan menangani kekacauan berikutnya.

Terlepas dari itu, Jokowi sepertinya memang sosok yang sengaja dimajukan untuk di-desain agar “orang lain” (pendampingnya) bisa ikut lebih sukses menjadi penguasa melalui jalan politik. Misalnya, saat Jokowi dimajukan sebagai Walikota Solo, itu boleh jadi hanya untuk sebagai batu loncatan buat pendampingnya (wakil walikota) agar bisa menjadi walikota berikutnya, dan itu terbukti berhasil seiring di tengah jalan Jokowi berhasil terpilih sebagai Gubernur DKI.

Dan ketika Jokowi dimajukan sebagai calon Gubernur DKI, boleh jadi itu sudah ada “deal” untuk menjadikan Ahok sebagai Gubernur selanjutnya. Sebab, belum separuh jalan, dengan pencitraan yang luar biasa, Jokowi pun akhirnya maju dan terpilih jadi presiden sehingga praktis secara “estafet” Ahok pun naik menggantikan Jokowi sebagai Gubenur DKI. Sekali lagi Jokowi berhasil mengangkat wakilnya menjadi penguasa.

Dan kini, desain berikutnya, Jokowi yang merasa punya utang jasa dan budi sepertinya harus “melakukan pembayaran” dengan cara menjadi tameng dan pelindung Ahok, agar bisa tetap maju secara mulus tanpa hambatan sedikit pun jadi Gubernur, Wapres, hingga presiden.

Nampaknya Jokowi sangat menikmati “cara pembayaran cicilan” seperti ini. Namun, dengan cara seperti ini, entah Jokowi menyadarinya atau tidak, tentu hanya membuat Ahok nampak lebih berkuasa daripada Jokowi sendiri. Akibatnya, kekacauan di mana-mana, dan sepanjang sejarah kepemimpinan di negeri ini, baru pada rezim ini suara rakyat secara mayoritas jadi tersumbat. Penyumbatnya adalah karena adanya kepentingan dari pemberi jasa dan budi yang kini dinikmati oleh Jokowi. Bukankah Ahok sendiri yang mengungkapkan, bahwa kalau bukan pengembang, Jokowi tidak akan pernah jadi presiden? Kalau begitu segera Jokowi bayar LUNAS!!!

(dbs-ams/DM1)
Bagikan dengan:

Muis Syam

14,878 views

Next Post

Republik Hoax

Kam Feb 2 , 2017
Oleh: Ustadz Felix Siaw ALKISAH di suatu masa, dan suatu tempat, dimana manusianya bukan manusia dan ceritanya bukan cerita, dimana orang menerima saja berita tanpa diperiksa. Jangan protes, jangan kritik, jangan bertanya, sebab engkau akan dikira merencana makar, terima saja semuanya, sebab bila tidak maka engkau dianggap berbahaya.