DM1.CO.ID, JAKARTA: Meski persidangan kedelapan kasus dugaan penistaan agama, Selasa (31/1/2017) di Jakarta, bukan merupakan sidang putusan, namun publik di hampir semua kalangan terpaksa harus lebih dulu mengambil “keputusan” kepada terdakwa (Ahok) sebagai sosok yang sangat arogan dan kasar.
Bagaimana tidak, dalam persidangan tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin “dibantai” habis-habisan oleh Ahok bersama tim kuasa hukumnya dengan pernyataan yang berbau tudingan dan bahkan ancaman. Padahal, kapasitas Kiai Ma’ruf hanyalah seorang saksi ahli, namun diperlakukan seolah-olah sebagai terdakwa dalam persidangan tersebut.
Akibat dari arogansi yang tak terkendali dari pihak Ahok itupun membuat tidak hanya warga Nahdlatul Ulama (NU) yang jadi geram, hampir semua umat Islam di negeri ini boleh dikata juga ikut merasa ditampar. Bahkan kalangan dari berbagai lapisan pun merasa sangat kesal terhadap sikap congkak yang dipamerkan oleh pihak Ahok dalam persidangan tersebut.
Dan umumnya, di mata publik, wajah busuk Ahok Ahok sudah tak bisa disembunyikan lagi, dan kini Ahok benar-benar sudah “game-over”.
Seorang seniman dan budayawan ternama, Sujiwo Tejo, adalah salah satu pihak yang harus menyatakan secara tegas, bahwa sejatinya dalam pemilihan Kepala Daerah di DKI Jakarta hanya tinggal dua pasangan calon saja. Sebab, Sujiwo Tejo menganggap, calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah tidak ada, alias “game-over”.
Padahal, Sujiwo Tejo adalah pihak yang biasanya ‘netral’ dalam setiap “perselisihan”. Penampilan seniman yang kadang slengek-an dan juga kerap penuh sanepo itu, kini menganggap Ahok sudah tidak menjadi calon Gubernur DKI Jakarta karena tingkat kesalahannya yang sudah sangat fatal.
Itu berarti, di mata Sujiwo, Pilkada DKI hanya tinggal 2 pasangan calon, yakni nomor urut 1 dan nomor urut 3 saja.
Dia menjelaskan, arogan (arrogant) dan urakan itu beda. Menurutnya, arogan melanggar etika karena “mentang-mentang”. Urakan melanggar karena etika itu sudah tak cocok sama nuraninya.
“Melanggar etika lantaran mentang-mentang (adigang, adigung, adiguna) itulah AROGAN!!!,” lontar Sujiwo dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Oleh karena itu, lanjut Sujiwo, bila salah satu sudah patut diduga arogan, maka sejatinya dalam Pilkada DKI ini kalian (warga DKI) tinggal punya dua pasangan calon gubernur.
“Watuk (batuk) ada obatnya, watak susah obatnya. Sudah minta maaf, ngulangi lagi. Akan looping terus. Ya sudah ‘wassalam’ saja,” ujar Sujiwo seraya menegaskan sebuah makna, bahwa jika arogansi bukan kekurangan tapi kefatalan.