DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Janji perbaikan jalan dari Rate-rate sampai Kecamatan Lambandia (perbatasan Kabupaten Konawe Selatan) yang diumbar oleh calon petahana, Tony Herbiansah, saat acara deklarasinya di Lapangan Latamoro, Kecamatan Tirawuta, Ahad (30/8/2020), meleset.
Di hadapan ribuan orang ketika itu, Ketua DPW Partai Nasional Demokrat (NasDem) Sulawesi Tenggara ini, seolah telah memastikan bahwa jalan tersebut akan segera diperbaiki pada September 2020 sesuai janji Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra).
“Kita bisa lihat, jalan-jalan yang ada di Kolaka Timur secara bertahap kita sudah mulai memperbaiki. Begitu juga jembatan-jembatan menuju Uluiwoi-Ueesi… Begitu juga jalanan yang ada menuju Lambandia, sesuai janji Pak Gubernur yang diusulkan oleh partai NasDem. Dan Alhamdulillah awal September akan dikerja jalan mulai dari Rate-rate sampai perbatasan Konawe Selatan (Konsel). Itulah kelebihan kami. Di belakang kami ada Gubernur. Di belakang kami ada tiga menteri,” ucap Tony kala itu.
Namun seiring dengan waktu hingga kini telah memasuki Oktober 2020, janji yang dilontarkan oleh sang Petahana dengan membawa-bawa nama gubernur dan tiga menteri itu, nyatanya tak kunjung terwujud, alias meleset.
Akibatnya, bisa dipastikan, tak sedikit warga pun akhirnya kembali harus menelan pahitnya janji yang tak terwujud.
Terkait melesetnya janji yang dilontarkan oleh Tony dalam acara deklarasi tersebut, dijawab oleh Ridwan Badallah selaku Kepala Dinas (Kadis) Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Sultra.
Ridwan menyampaikan, banyak sekali kegiatan tahun 2020 yang mengalami refokusing, sehingga pengerjaan proyek jalan yang dimaksud itu batal dilaksanakan tahun ini. Dan rencananya akan dilakukan pada tahun 2021 nanti.
Itu pun, menurut Ridwan, panjang pengerjaan jalan yang akan menelan anggaran Rp.2,4 Miliar itu, tidak sampai di Kecamatan Lambandia atau perbatasan Kabupaten Konawe Selatan. Melainkan hanya sampai di Kecamatan Poli-polia.
“Kegiatan kita di Koltim tahun 2019 di ruang Rate-rate hingga Poli-polia 2,4 M dinda. 2020 kan kegiatan kita banyak sekali refokusing. Jadi rencana nanti 2021 di ruas yang dimaksud dinda,” demikian terusan pesan Whatsapp (WA) Kadis Kominfo Sultra kepada wartawan DM1, pada Jumat malam (9/10/2020).
Jawaban Kadis Kominfo ini sekaligus menambah daftar panjang kekecewaan dan kesulitan warga, terhadap kondisi sejumlah jalan di Koltim yang masih mengalami kerusakan yang parah. Yakni, manakala musim penghujan tiba dipenuhi lumpur, dan di saat musim panas sangat sesak dengan debu menebal yang beterbangan.
Kerusakan jalan yang parah bukan saja berada di jalur provinsi, tetapi beberapa titik jalan kabupaten juga mengalami nasib yang sama. Contohnya, di jalan poros kabupaten yang menuju Kecamatan Uluiwoi dan Ueesi, Kecamatan Ladongi, dan juga di Kecamatan Tinondo.
Para pengendara roda dua maupun roda empat sungguh sangat kesulitan melintas, terutama pada jalur pendakian atau penurunan tajam. Bahkan mereka bisa sampai berjam-jam terjebak jika berada di titik jalan yang rusak tersebut.
Pantauan wartawan DM1, khusus di wilayah Kecamatan Tinondo, dua titik pendakian atau penurunan yang ada di Desa Solewatu dan Ambapa, sangat susah dilewati oleh para pengendara.
Khusus mobil angkutan umum ketika ingin melintasi jalan rusak tersebut, para penumpangnya terpaksa harus diturunkan untuk berjalan kaki menuju tanah rata. Bahkan tak jarang, ada penumpang yang harus menenteng barang sambil menggendong anaknya.
“Saya baru pertama kali masuk di kampung ini. Saya dari Sulawesi Selatan. Mau ke kampung orang tua di Ameroro,”ujar Riska, salah seorang penumpang yang ditemui di jalur pendakian Desa Solewatu, Kamis (1/10/2020).
Meski mengaku sangat kesulitan melintasi jalan rusak tersebut, namun Riska yang melakukan perjalanan dari Sulawesi Selatan menuju Ameroro bersama suami, orang tua dan ketiga anaknya itu masih berhasil melanjutkan perjalanannya.
Nasib Riska lebih beruntung ketimbang Aris, warga Desa Latawaro. Pria ini mengaku sudah banyak makan garam atau merasakan “penderitaan” di jalur pendakian licin di jalan ini.
Beberapa kali pula, anak istrinya berlama-lama di jalan. Bahkan sesuai pengalaman pahitnya, Aris pernah sampai kemalaman di jalur pendakian lantaran tidak bisa melintas. Tapi saat itu ia sedang tidak bersama keluarganya.
“Seandainya bagus jalanan, tidak licin tidak seperti ini. Ini kan tinggal tanah semua, begitu turun hujan jalanan menjadi licin. Susah untuk dilalui mobil. Kalau susah lewat begini kadangkala kita mencangkul tanah supaya bisa lewat ban mobil. Atau tidak terkadang kita menunggu sampai kering tanah. Saya bilang, bagaimana mi ini. Kapan bagus ini jalanan?” keluh Aris.
Cerita pahit melintas di pendakian licin dan berlumpur itu juga ikut dirasakan oleh Elvi, siswi SMK 1 Tinondo.
Ia menceritakan kisahnya saat masih aktif masuk sekolah sebelum Covid19, yang begitu sangat menyiksa jika ingin melintas di jalan rusak tersebut.
Namun hanya karena semangat bersekolah, mau tidak mau Elvi mengaku harus menanggung segala resiko yang terjadi. Jarak tempat tinggal Elvi dengan sekolah kurang lebih 10 Kilometer menggunakan sepeda motor.
“Saya sudah sering terjatuh, baik pergi maupun pulang dari sekolah. Tidak bisa mi dihitung berapa kali. Kotor semua seragam sekolah, tapi mau di-apa sudah begitu mi. Saya berharap pemerintah bisa memperbaiki jalanan kami supaya tidak begini lagi (rusak dan licin),” ujar Elvi pasrah namun masih berharap.
Para sopir penumpang jurusan Uluiwoi-Kolaka juga merasakan penderitaan yang sama. Salah seorang sopir angkutan bernama Murham mengatakan, selama pemerintahan Bupati Tony Herbiansah, jalan yang mereka lalui memang ada yang diperbaiki, tetapi itu hanya sekadar di-grader saja, dan tak jarang dilakukan tanpa diberikan material.
“Seperti saya sopir mobil penumpang, kalau musim hujan dan jalanan licin, mobil saya simpan di bawah, penumpang jalan kaki sampai di sebelah (Desa Ambapa) kurang lebih 3 sampai 4 Kilometer sampai ke rumahnya. Barang-barang milik penumpang biasa saya angsur pakai motor,” ujarnya.
Murham mengaku akibat pengaruh jalan licin, pendapatannya sebagai sopir penumpang lebih banyak tidak berbanding lurus dengan biaya perbaikan mobil saat mengalami kerusakan. “Paling sehari biasa kami dapat 200 ribu bersih. Tetapi kalau mobil kami rusak ongkos perbaikannya bisa sampai 500 ribu,” ungkap Murham.
Ia menitip harapan bahwa siapapun yang menjadi bupati ke depan, kiranya dapat memperbaiki jalan poros menuju Uluiwoi maupun Ueesi. “Siapapun dia naik nomor satu maupun nomor dua. Kita butuh perubahan bukan janji,” tandasnya. (rul/dm1)
DM1.CO.ID, GORONTALO: Aksi demontrasi menolak Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di Simpang Lima, perbatasan Kota Gorontalo dengan Telaga Kabupaten Gorontalo, pada Senin (12 Oktober 2020) berakhir ricuh.