DM1.CO.ID, GORONTALO: Angka perceraian yang terjadi di Provinsi Gorontalo dari Januari hingga tanggal 20 Desember 2016 adalah sebanyak 1.545 kasus. Itu berarti, sepanjang 2016 di Provinsi Gorontalo terdapat 1.545 orang yang berstatus sebagai janda dan duda baru.
Hal tersebut diungkapkan Drs. Siswanto Supandi, SH, MH selaku Panitera Muda Banding di Pengadilan Agama Provinsi Gorontalo. “Data kasus perceraian di Provinsi Gorontalo hingga 20 Desember 2016 adalah 1.545 pasangan,” ujar Siswanto kepada DM1, di ruang kerjanya, Selasa (20/12/2016).
Angka tersebut, katanya, belum final. Sebab, menurut Siswanto, masih ada sejumlah kasus perceraian yang hingga saat ini masih dalam proses sidang.
Siswanto juga menyebutkan, jumlah kasus perceraian tahun 2016 ini cukup meningkat jika dibanding tahun sebelumnya (2015) yang berjumlah 1.461 pasangan. Dan angka perceraian tertinggi terjadi di Kota Gorontalo, yakni tercatat 721 pasangan (posisi hingga 20 Desember 2016).
Menurut Siswanto, secara keseluruhan peningkatan jumlah tersebut terjadi karena wanita (istri) sudah punya hak untuk menggugat suaminya, sehingga saat ini sudah banyak dari kalangan wanita (istri) yang lebih dulu mengajukan gugatan cerai dibanding kaum lelaki (suami).
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian, di antaranya yang menonjol adalah perselingkuhan yang dilakukan oleh istri maupun suami.
Perselingkuhan tersebut dapat dengan mudah terjadi, sebab biasanya dipicu oleh rasa ketidak-puasan yang kurang dikomunikasikan terhadap pasangan, misalnya karena tuntutan pemenuhan hidup yang juga terus bertambah dari hari ke hari. Istri merasa tak puas dengan nafkah yang kurang dari suami, begitupun suami tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh istri.
Namun hal tersebut relatif, sebab ada pasangan yang pemenuhan hidupnya sangat tercukupi dan serba terpenuhi, namun tiba-tiba mereka sepakat untuk bercerai dengan alasan karena tidak cocok lagi.
Dan kondisi tersebut diperparah oleh sikap egoisme yang tinggi karena kerap mendapat pengaruh dari pihak-pihak ketiga, misalnya dari pihak keluarga masing-masing, kerabat maupun orang yang tiba-tiba muncul melakukan campur-tangan terhadap permasalahan yang dialami oleh pasangan tersebut.