Angkat Lalu Berhentikan Rizal Ramli, Itu “Taktik” JKW-JK Redam Kaum Pergerakan?

Bagikan dengan:

Abdul Muis Syam

KEBERPIHAKAN Rizal Ramli sebagai kaum pergerakan dalam memperjuangkan nasib rakyat menengah ke bawah, tak perlu diragukan. Dari masa ke masa, gerak dan pekik perjuangannya membela kepentingan rakyat (terutama rakyat “tertindas”), tak pernah putus.

Bahkan sejak dulu, Rizal Ramli tak pernah gentar sedikit pun untuk berdiri di baris paling depan menancapkan panji-panji “perlawanan” kepada rezim yang dinilai menjalankan pemerintahan secara semena-mena.

Ketika masih sebagai aktivis mahasiswa ITB, Rizal Ramli sangat gencar melakukan “perlawanan” terhadap rezim Orde Baru yang dinilainya sangat otoriter. Sehingga ia pun terpaksa dijebloskan ke dalam penjara selama 1 tahun 6 bulan di Rumah Tahanan Sukamiskin, Bandung.

Seiring dengan waktu berjalan, Rizal Ramli berhasil meraih doktor pada bidang ekonomi di Univesity Boston, AS. Dan di saat Gus Dur menjabat Presiden RI, Rizal pun digaet ke dalam pemerintahan.

Pada era Presiden Gus Dur tersebut, Rizal Ramli mampu memperlihatkan kualitasnya, dan benar-benar menunjukkan jatidirinya sebagai sosok “pembela” rakyat. Yakni dengan betul-betul menjalankan amanah yang diberikan kepadanya.

Ketika itu, Rizal Ramli benar-benar memanfaatkan kesempatan melakukan perubahan secara mendasar, baik di saat menjabat sebagai Kabulog, Menko Perekonomian, dan juga Menteri Keuangan.

Dan meski masa kepemimpinan Presiden Gus Dur hanya “bertahan” dengan waktu yang singkat, nyatanya Rizal Ramli boleh dikata berhasil menjadikan Gus Dur sebagai satu-satunya presiden “terbaik” sepanjang sejarah kepemimpinan di negeri ini. Di antaranya, Gus Dur mampu mengurangi Utang Luar Negeri (ULN) sebesar 9 Dolar AS dari ULN pemerintahan sebelumnya.

Selain itu, di bawah kendali Rizal Ramli sebagai Menko Perekonomian ketika itu, Presiden Gus Dur berhasil mengangkat kondisi perekonomian Indonesia secara sangat signifikan. Yakni, dari minus 4,5 persen menjadi positif 4 persen hanya dalam tempo 21 bulan. Dan masih banyak lagi hasil gebrakan Rizal Ramli sebagai tokoh yang pro-rakyat.

Rizal Ramli adalah sosok yang benar-benar pejuang rakyat. Asalkan membela kepentingan umat banyak, ia pasti tak gentar sedikitpun dan siap mengorbankan kepentingan pribadinya.

Pada 2008, lantaran ikut bersama rakyat berdemo mendesak pemerintah agar tidak menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dan menurunkan harga sembako, Rizal Ramli akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai Komisaris Utama (Komut) PT. Semen Gresik. Padahal di saat itu prestasinya sebagai Komut sangat tinggi dengan kinerja melampaui target.

Perjuangan Rizal Ramli membela rakyat, baik di dalam maupun di luar pemerintahan, tidaklah pernah tumpul. Setiap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak menguntungkan rakyat, pasti akan dihadang dan dilawan oleh Rizal Ramli bersama kaum pergerakan lainnya.

 

JKW-JK Berhasil Redam Kaum Pergerakan?

Perjalanan awal Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla (JKW-JK) boleh dikata sudah melenceng dari yang diharapkan. Harga BBM dan tarif listrik langsung dinaikkan melalui pencabutan subsidi, sehingga rakyat pun menjerit lantaran harga-harga kebutuhan pokok ikut meroket.

Situasi itu membuat kesulitan ekonomi rakyat benar-benar dipaksa kembali berada di jalur “estafet” dari pemerintahan sebelumnya.

Rakyat pun mulai “siuman”, yang ditandai dengan munculnya berbagai aksi unjuk-rasa terhadap rezim JKW-JK yang dinilai ingkar janji tersebut.

Namun ketika rakyat dan mahasiswa, serta kaum pergerakan mulai makin tajam menyuarakan secara nyaring dan tegas, mendesak Jokowi mengundurkan diri dari kursi presiden, tiba-tiba Rizal Ramli direkrut sebagai Menko Kemaritiman. Dan Presiden Jokowi sepertinya tahu persis, bahwa cukup dengan “pura-pura” merangkul Rizal-Ramli, maka suara “bising” kaum pergerakan akan bisa diredam.

Dan memang, di saat itu, suara dan desakan rakyat untuk melengserkan Jokowi tak lagi begitu nyaring. Sebab, rakyat ketika itu melihat Jokowi mulai serius ingin benar-benar bekerja untuk rakyat, yakni dengan dimasukkannya Rizal Ramli ke dalam Kabinet Kerja.

Sehingga itu, rakyat merasa tak perlu lagi mendesak dan menuntut Presiden Jokowi untuk dapat bekerja dengan baik. Sebab, rakyat percaya, bahwa Rizal Ramli di dalam pemerintahan pasti tetap berjuang dan tetap tegas membela kepentingan rakyat.

Dan memang itu benar-benar terbukti. Tak menghitung hari, sebagai Menko Kemaritiman, Rizal Ramli langsung “meng-smash dan tancap gas”.

Rizal Ramli “meng-smash”sejumlah menteri dan bahkan wakil presiden di dalam pemerintahan karena dianggap punya kepentingan yang tidak pro-rakyat dan hanya merugikan negara.

Selain “meng-smash”, Rizal Ramli juga sekaligus “tancap gas” dengan melakukan berbagai terobosan dan juga kinerja positif, yang kesemuanya sangat jelas mengarah kepada pencapaian Nawacita serta Trisakti.

Dan jika mau jujur, rapor Rizal Ramli selaku Menko Kemaritiman, tak ada satu pun yang berwarna “PDIP” (merah). Tapi apakah mungkin lantaran itu yang membuat akhirnya Rizal Ramli dikeluarkan dari Kabinet Kerja?

Entahlah! Yang jelas, posisi Rizal Ramli langsung digantikan oleh seseorang yang kelihatannya sangat pro terhadap “kubu” yang membuat Rizal Ramli tereliminasi pada reshuffle kabinet jilid 2.

Parahnya, pada reshuffle jilid 2 tersebut, Presiden Jokowi malah berkesempatan memasukkan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, yakni di saat Rizal Ramli tidak lagi di dalam Kabinet Kerja.

Namun pengangkatan dan pemberhentian Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman, sepertinya hanyalah sebagai salah satu “taktik” Jokowi agar dapat meredam sekaligus membungkam suara rakyat dan para kaum pergerakan untuk tidak lagi bersuara nyaring dan tajam menyoroti kepemimpinannya.

Artinya, rezim Jokowi saat ini boleh jadi merasa tidak perlu lagi terlalu menanggapi setiap desakan ataupun sorotan dari rakyat serta para kaum pergerakan, dan bahkan tak perlu lagi meladeni kritikan tajam dari Rizal Ramli. Sebab, jika itu terjadi, para “pemuja” Jokowi cukup melempar jawaban, bahwa mereka-mereka yang menyoroti dan mengkritisi itu adalah para barisan sakit hati.

Akibatnya, saat ini makin banyak masalah yang timbul dan berserakan di sana-sini sejak Jokowi memimpin negeri ini. Belum usai satu masalah, seribu masalah pun bermunculan. Persoalan politik, ekonomi, pemerintahan, sosial, hukum, dan bahkan masalah SARA bermunculan tanpa ada penyelesaian yang cermat.

Masalah-masalah tersebut seolah sengaja ditumpuk lalu digantikan dengan “pengalihan isu” ke masalah lainnya tanpa diikuti dengan solusi yang konkrit. Dan sangat sulit buat rakyat serta kaum pergerakan untuk dapat disebut berhasil bersuara nyaring, mendesak dan menyoroti “perilaku” rezim ini. Sebab, sekali lagi, mereka yang bersuara dan mengkritik, bisa langsung dipatahkan dengan hanya satu jawaban, yakni “mereka yang bersuara (mengkritik itu) adalah barisan sakit hati”.

Coba lihat saja sendiri, suara dan desakan rakyat serta kritikan dari para kaum pergerakan saat ini sepertinya tak lagi punya nilai, semuanya tak lagi didengar dan bahkan tak lagi mendapat tanggapan dan sambutan positif. Semua tuntutan dan kritikan (termasuk saran maupun kritikan dari Rizal Ramli) malah dibalas dengan kritikan dari rezim saat ini.

Dan kini, Rizal Ramli sepertinya benar-benar berada pada “posisi” yang serba salah dan cukup dilematis. Di satu sisi, ia sepertinya tidak mungkin melakukan kritikan yang sangat tajam kepada Presiden Jokowi seperti yang pernah dilakukannya ketika mengkritik Presiden Soeharto dan SBY secara mati-matian. Jika itu ia lakukan, maka Rizal Ramli pasti disebut “barisan sakit hati”.

Dan di satu sisi lagi, Rizal Ramli tentu sangat sulit untuk ingin memuja dan memuji Presiden Jokowi. Sebab jika toh itu ia lakukan, maka Rizal Ramli bisa-bisa dinilai sebagai sosok “pembujuk hati”.

——

(Penulis adalah Pengamat Independen dan Presidium MKRI)

Bagikan dengan:

Muis Syam

2,077 views

Next Post

Ini Penyebab Turunnya Daya Beli Masyarakat dan Solusinya Menurut Rizal Ramli

Kam Nov 16 , 2017
DM1.CO.ID, JAKARTA: Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Januari-Maret 2017 konsumsi rumah tangga berada di angka 4,94 persen. Kemudian angka konsumsi rumah tangga hanya tumbuh tipis 4,95 persen pada periode April-Juni 2017.