Rizal Ramli, Tokoh Pejuang Orang Miskin yang “Terhambat dan Dihambat” Rezim Parpol

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, PONOROGO: Sosok Rizal (adalah) yang menjadi simbol pejuang kemiskinan dan kebodohan di negeri ini. Mari bersama Rizal Ramli saat ini, kita teruskan perjuangan melawan kemiskinan, melawan kebodohan. Mari kita lakukan jihad ekonomi!

Ungkapan dan ajakan tersebut dilontarkan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Gontor, KH Ahmad Suharto, yang di-aminkan oleh ribuan santri, saat menyambut kunjungan Dr. Rizal Ramli di Ponpes modern yang terletak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Ahad (15/10/2017).

Kedatangan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian di era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu adalah untuk memberikan Kuliah Umum mengenai “Potensi Ekonomi Indonesia dalam Memacu Kesejahteraan Rakyat”, di Universitas Darussalam Gontor.

Rizal Ramli selama ini memang dikenal sebagai sosok tokoh nasional yang jujur, disiplin, pekerja keras dan cerdas, punya integritas yang tinggi serta penuh ide dan terobosan brilian dalam memanfaatkan kekayaan alam di negeri ini guna mewujudkan perubahan dan kemandirian bangsa secara kokoh.

KH. Hasan Abdullah Sahal selaku sesepuh sekaligus putra pendiri Ponpes Gontor menyebutkan, kalau seluruh rakyat negeri ini, terutama para elitenya jujur, bekerja keras, dan berdisiplin, maka Indonesia akan menjadi “Rajanya Dunia”, karena Indonesia dibekali modal kekayaan alam yang sangat berlimpah oleh Tuhan.

“Tapi bisa menjadi dosa besar, undang-undang yang seharusnya mencerdaskan bangsa, malah yang terjadi adalah kebodohan dan penipuan-penipuan,” kata KH Hasan Abdullah Sahal yang duduk bersebelahan dengan Rizal Ramli sambil berpegangan tangan dengan erat.

Dalam sepatah-kata, Rizal Ramli mengisahkan secuil perjalanannya, bahwa setelah mengikuti program studi beasiswa di Jepang pada sekitar 50 tahun yang lalu dalam tourney-nya berkeliling Pulau Jawa, Rizal Ramli justru menemukan sistem pendidikan yang sangat mandiri dan amat ia kagumi, yakni di Pesantren Gontor. Dan meski tak lama, namun Rizal sempat menjadi santri di Ponpes ini.

“Saya menemukan sistem pendidikan yang bagus untuk mempersiapkan anak Indonesia yang mandiri (di Ponpes Gontor). Waktu itu saya sudah sangat kagum,” ungkap Rizal Ramli.

Mantan menko Kemaritiman dan Sumber Daya era Presiden Jokowi ini mengakui, bahwa Ponpes Gontor merupakan salah satu inspirasinya hingga dapat mendesak dan mendobrak pemerintahan era Soeharto agar segera memunculkan UU wajib belajar. Sebab ketika itu, kata Rizal, ada sekitar 8 juta anak tanpa pendidikan.

Dan itulah gerakan pertama anti kebodohan yang dilakoni Rizal Ramli di negeri ini.

Apa yang diperjuangkan Rizal Ramli kala itu, hingga kini masih terus dilakukan. Sebab, anggota panel ekonomi badan dunia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) ini menyayangkan, ternyata Indeks Pembangunan Manusia di negeri ini kini masih saja rendah, tertinggal di bawah Singapura, Malaysia, Thailand. Dan itu menurut Rizal Ramli, sungguh sangat memprihatinkan.

“Hingga saat ini, masih banyak (rakyat) yang susah untuk masuk kuliah karena biaya yang mahal,” ungkap Rizal Ramli.

Masalah kebodohan dan kemiskinan di negeri ini benar-benar menjadi perhatian serius bagi Rizal Ramli. Olehnya itu, tak ada waktu atau kesempatan sedikitpun yang ia sia-siakan sejak dulu hingga kini.

Artinya, semua waktu dalam perjalanan hidupnya, pasti ia manfaatkan untuk menggebrak dan mengepret kebijakan-kebijakan rezim yang dinilainya hanya membuat rakyat makin bodoh dan tambah miskin.

Bisa ditengok dari awal sejak masih sebagai aktivis mahasiswa, dengan begitu sangat tegas dan dengan nyali yang sangat tinggi, Rizal Ramli di era Orde Baru kerap turun di jalan memimpin aksi unjuk-rasa sebagai bentuk pergerakannya melawan kemiskinan dan kebodohan.

Dan memang, Rizal Ramli kala itu benar-benar berjuang menuntut penguasa agar hak-hak rakyat miskin dikedepankan, dan mendesak kepada pemerintah agar tidak menjalankan pemerintahan secara otoriter.

Tapi ketika itu, “bayaran” yang diberikan rezim Orde Baru terhadap perjuangan Rizal Ramli yang begitu sengit adalah justru penjara. Ya, Rizal Ramli akhirnya dipenjara di Sukamiskin-Bandung selama 1 tahun 6 bulan. Sebab, orang seperti Rizal Ramli sudah pasti adalah sosok yang paling “berbahaya” di mata rezim otoriter.

Perjuangan Rizal Ramli dalam membela hak-hak wong cilik tak hanya sampai di situ. Ketika diberi amanah sebagai Kabulog, ia langsung melakukan langkah “bersih-bersih” terhadap budaya mark-up dan kongkalikong yang hanya merugikan petani. Ia juga “merapikan” administrasi dan membenahi sistem yang bernuansa KKN di tubuh Bulog, meski harus berhadapan dengan situasi yang menegangkan kala itu.

Begitu juga di saat menjabat sebagai Menko Perekonomian serta Menteri Keuangan di era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli sudah memperlihatkan dan menunjukkan penolakannya terhadap cara-cara IMF yang kelihatan bagai dewa penyelamat namun sesungguhnya adalah dewa amputasi yang akan melumpuhkan ekonomi negeri ini melalui jeratan utang.

Penolakan terhadap cara-cara IMF tersebut Rizal Ramli lakukan dengan melakukan kerja keras dan cerdas, hingga akhirnya dalam waktu singkat Rizal Ramli selaku Menko Perekonomian berhasil menurunkan Utang Luar Negeri Presiden Gus Dur sebesar 9 Miliar US Dolar.

Hal itu tentu saja merupakan keberhasilan yang sungguh luar biasa. Sebab, sepanjang sejarah Indonesia, hanya di era pemerintahan Gus Dur yang mampu menurunkan jumlah utang luar negeri secara signifikan dalam waktu singkat, yakni hanya dengan waktu 1,9 tahun.

Dan sungguh, Indonesia ketika itu hampir saja menjadi bangsa dan negara besar yang benar-benar bisa “bercahaya” dan berdikari di bidang ekonomi.

Sayangnya, seberkas cahaya yang mulai terang (berdikari di bidang ekonomi) yang dimunculkan oleh pemerintahan Gus Dur itu, tiba-tiba dipadamkan secara “paksa oleh nafsu politik” dari sejumlah elit politik yang bejat dan rakus kekuasaan.
Dengan berbagai upaya “membolak-balikkan” situasi dari para politisi busuk ketika itu, Gus Dur pun berhasil mereka lengserkan dengan alasan dan tuduhan yang hingga saat ini tak bisa dibuktikan di muka hukum.

Hal tersebut menggambarkan, betapa perjuangan Gus Dur bersama kadernya (Rizal Ramli dkk) nampaknya memang kerap “dihambat” oleh partai politik yang haus dengan kekuasaan untuk dan demi “menghidupi” kelompoknya saja.

Namun sungguhpun Gus Dur berhasil dilengserkan dan telah tiada, pergerakan Rizal Ramli sebagai salah satu kader terbaik Gus Dur dalam membela dan memperjuangkan nasib orang-orang miskin (wong cilik), hingga kini tetap berjalan tanpa lelah apalagi untuk menyerah.

Perjuangan Rizal Ramli bahkan kerap diikuti pengorbanan dengan siap mempertaruhkan harta, jabatan, dan bahkan jiwanya demi mengangkat derajat kesejahteraan wong cilik dan seluruh rakyat di negeri ini.

Jiwa (nyawa) Rizal Ramli sudah pernah ia pertaruhkan ketika dipenjara di era Orde Baru. Dan meski bukan seorang konglomerat, namun harta Rizal Ramli lebih banyak mengalir untuk “membiayai” perjuangannya membela orang-orang miskin di negeri ini.

Begitupun dengan jabatannya yang kerap ia pertaruhkan demi membela hak-hak rakyat di lapisan bawah. Misalnya, ketika menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) PT. Semen Gresik, Rizal Ramli tak sampai hati “berdiam diri” dan duduk tenang di atas kursi empuk di saat mengetahui adanya kesewenang-wenangan yang sedang dipertontonkan oleh rezim penguasa.

Kala itu Rizal benar-benar tak tega berdiam diri, ia pun mempertaruhkan dan siap kehilangan jabatan (sebagai Komut) dengan langsung bergabung dalam aksi unjuk-rasa yang digelar rakyat untuk menolak kenaikan BBM, dan menuntut diturunkannya harga-harga kebutuhan pokok.

Alhasil, meski mampu mempersembahkan kinerja dan prestasi yang gemilang sebagai Komut PT. Semen Gresik, Rizal Ramli nyatanya memang dicopot dari jabatannya itu yang diduga sebagai akibat dari keikutsertaannya dalam aksi unjuk-rasa tersebut. Begitupun ketika usai membela mati-matian kepentingan nelayan pada persoalan reklamasi Jakarta, Rizal Ramli juga akhirnya harus dicopot dari jabatannya selaku Menko Kemaritiman.

Dari secuil gambaran perjalanan perjuangan tersebut, maka tak keliru apabila Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Gontor, KH Ahmad Suharto menyatakan, bahwa sosok Rizal adalah simbol pejuang kemiskinan dan kebodohan di negeri ini.

Namun sejumlah kalangan sangat menyayangkan sikap parpol yang punya kekuasaan malah kerap merasa terganggu dan merasa tidak nyaman dengan gerakan-gerakan idealis dari Rizal Ramli, sehingga “kehadiran” Rizal kerap dianggap sebagai “penghambat” kepentingan bagi kaum parpol yang cenderung mengutamakan kepentingan kelompok.

Mungkin, itu pula yang menjadi alasan mengapa Rizal Ramli dari dulu hingga kini belum juga bisa menentukan sikap untuk menjadi “warga” di salah satu partai politik.

Belum adanya partai yang “mendukung penuh” perjuangan Rizal Ramli tersebut kemudian membuat KH. Ahmad Suharto mengajak anak-anak bangsa untuk saatnya berjuang bersama Rizal Ramli. “Mari bersama Rizal Ramli saat ini, kita teruskan perjuangan melawan kemiskinan, melawan kebodohan. Mari kita lakukan jihad ekonomi!,” ajak KH. Ahmad Suharto yang langsung di-aminkan oleh ribuan santri di Ponpes Gontor tersebut.

Dan memang, ketika para elit parpol saat ini sedang kembali sibuk menyiapkan pesta foya pada ajang Pemilu untuk mendapatkan kemenangan di kubu kelompok masing-masing pada 2019, maka di saat bersamaan rakyat tentu pula saat ini sedang mempersiapkan pemimpin terbaik yang sedapat mungkin bisa lahir dari perut Ibu Pertiwi, bukan dari perut busung nan buncit dari hasil “perselingkuhan” para parpol yang sudah amat kekenyangan dengan uang rakyat.

(dbs-ams/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

3,050 views

Next Post

Padat Karya, Salah Satu Kepedulian dan Karya Nyata Walikota Gorontalo

Jum Okt 20 , 2017
DM1.CO.ID, GORONTALO: Selain menyerahkan bantuan sarana usaha kepada kelompok ma-syarakat wirausaha melalui program bantuan Teknologi Tepat Guna (TTG) secara simbolis, Walikota Gorontalo Marten Taha juga meresmikan Jalan Rabat Beton sepanjang 250 meter yang merupakan Program Padat Karya Infrastruktur, di Kelurahan Wongkaditi Barat, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, Rabu (19/10/2017).