DM1.CO.ID, YERUSALEM: Republika dari sumber Reuters melansir, seorang mantan pilot Angkatan Udara Israel bernama Yonatan Shapira, membeberkan bahwa Pemerintah Israel dan komandan militernya adalah penjahat perang.
Shapira adalah salah satu di antara beberapa warga di Israel serta kalangan militer, yang menentang kebijakan pendudukan (penjajahan) serta penindasan pemerintahan Israel terhadap Palestina.
Pada 2003, Shapira diberhentikan dari militer lantaran dengan tegas berani menentang kebijakan pendudukan Israel.
Shapira giat melakukan kampanye dengan mengajak anggota militer Israel lainnya agar tidak melaksanakan perintah untuk menyerang Bangsa Palestina.
Shapira bersama sekitar 27 pilot tentara Angkatan Udara Israel yang tidak mematuhi perintah komandan militernya itu, kemudian berakibat dikeluarkan atau dipecat dari kesatuan tentara Israel.
Shapira mengungkapkan alasan, mengapa dia bergabung sebagai salah seorang tentara Israel, dan bagaimana dia pada akhirnya tersadar bahwa dirinya ternyata telah menjadi bagian dari “organisasi terorisme”.
“Saya menyadari selama Intifada kedua, apa yang dilakukan Angkatan Udara Israel dan militer Israel adalah kejahatan perang, dengan meneror populasi jutaan orang Palestina,” ungkap Shapira.
“Ketika saya menyadari itu, saya tidak hanya memutuskan untuk pergi (keluar dari ketentaraan Israel), tetapi mengajak pilot lain yang secara terbuka untuk menolak mengambil bagian di dalam kejahatan ini,” sambung Shapira, dilansir Anadolu Agency, Senin (17/5/2021).
Shapira menjelaskan, setiap anak di Israel dibesarkan dan dibimbing dalam pendidikan militeristik Zionis secara antusias.
Anak-anak itu, ungkap Shapira, sebetulnya tidaklah begitu banyak memahami apa pun mengenai Palestina, termasuk adanya Hari Nakba dan penindasan yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina.
Hari Nakba adalah Hari Peringatan tahunan untuk pengusiran Bangsa Palestina yang mendorong terbentuknya Israel pada tahun 1948. Momen itu diperingati setiap 15 Mei, satu hari setelah tanggal Gregorian untuk Hari Kemerdekaan Israel.
Atau dengan kata lain, Hari Nakba punya arti “hari kehancuran”, “hari bencana”, atau “hari malapetaka”. Hari Nakba diperingati sebagai kenangan buruk tentang pengusiran Bangsa Palestina yang kemudian mendorong terbentuknya Israel sebagai negara pada 1948.
Untuk memperingati peristiwa itu, setiap 15 Mei rakyat Palestina kerap melakukan demonstrasi guna menuntut tanah air (wilayah) mereka dikembalikan dari aksi “perampasan” oleh Israel.
Mereka menuntut keluarga dan saudara mereka dikembalikan ke tanah air. Warga Palestina menuntut dunia agar tahu, bahwa Israel telah sebenar-benarnya menjajah sejak tahun 1948 silam.
Menurut Shapira, anak-anak yang telah berhasil “dilatih” setelah besar langsung dikirim untuk melempar rudal dan bom di pusat Kota Palestina. “Pada titik tertentu saya menyadari, bahwa ini adalah tindakan terorisme,” kata Shapira merujuk pada pilot di skuadron lain yang terlibat dalam pembunuhan massal warga sipil.
Aksi kebijakan pendudukan Israel terhadap Palestina, menurut Shapira, adalah sebuah kejahatan perang yang nyata.
Olehnya itu, pengakuan Shapira bersama sejumlah temannya yang telah diberhentikan dari militer itu, adalah semata ingin memberikan pesan kemanusiaan kepada orang-orang Israel, pemerintah, dan juga kepada seluruh penduduk dunia bahwa tindak kriminal dan kejahatan perang saat ini sedang dipertontonkan oleh Israel terhadap Palestina.
“Pendudukan ini adalah tindak kriminal yang sedang berlangsung serta kejahatan perang, dan kami tidak ingin terus mengambil bagian dalam kejahatan perang ini,” tandas Shapira.
Pemikiran Shapira tertarik masuk menjadi anggota militer, adalah untuk melindungi warga. Namun, jika kemudian ternyata harus membantai warga, maka Shapira mengaku harus memilih berada di samping Palestina, dan bukan menjadi bagian dari tentara Israel.
“Ini adalah proses psikologis yang sangat sulit, tetapi begitu Anda menyadari bahwa Anda adalah bagian dari organisasi teroris, Anda memahami bahwa Anda harus mengatakan tidak, Anda harus mengambil konsekuensi,” lontar Shapira.
“Saya adalah bagian dari Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS). Saya mengatakan bahwa Israel adalah negara apartheid, dan saya mengatakan bahwa pemerintah dan komandan saya adalah penjahat perang,” sambung Shapira.
Pasca keluar dari anggota militer, Shapira kemudian mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Namun itu tidak berlangsung lama, karena lagi-lagi harus dipecat dari setiap tempatnya bekerja di Israel, yakni setelah diketahui bahwa Shapira adalah sosok yang giat menyuarakan dan mendukung hak-hak Palestina.
Bahkan, Shapira tak tanggung-tanggung pernah menggelar konferensi internasional. Di sana ia mengungkap, bahwa Israel saat ini melakukan kejahatan perang terhadap Palestina.
Namun saat ini, Shapira diinformasikan tak lagi sebagai warga Israel. Ia telah pindah negara untuk melanjutkan hidupnya di Norwegia. (rep-dms/dm1)
Rab Mei 19 , 2021
DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Memasuki hari kerja pertama berkantor, setelah libur cuti bersama perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah, Plt Bupati Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Hj. Andi Merya Nur, S.IP, langsung mengadakan inspeksi mendadak (sidak).