Satu Lagi yang Dikepret Rizal Ramli Terbukti Benar, BPK Simpulkan Pelindo II Rugikan Negara Rp. 4 T

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, JAKARTA: Biro Humas dan Kerjasama Internasional-BPK, Selasa (13/6/2017) mengabarkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyimpulkan adanya indikasi kerugian keuangan negara pada PT. Pelindo II, yakni minimal sebesar 306 Juta Dolar AS ekuivalen Rp.4,08 Triliun (kurs tengah BI per 2 Juli 2015 sebesar Rp.13.337 per-Dolar AS).

Simpulan tersebut merupakan hasil pemeriksaan investigatif BPK terhadap perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoperasian pelabuhan PT. Pelabuhan Indonesia II (PT Pelindo II) berupa kerjasama usaha dengan PT. Jakarta International Container Terminal (PT. JICT).

Berkas laporan hasil pemeriksaan investigatif itu diserahkan langsung oleh BPK kepada DPR-RI, pada Selasa (13/6/2017) di Gedung DPR, Senayan-Jakarta.

BPK melakukan pemeriksaan tersebut adalah sebagai tindak-lanjut surat dari DPR-RI No. PW/02699/DPR RI/II/2016 tanggal 16 Februari 2016 kepada Ketua BPK, yakni tentang pengajuan permintaan dilakukannya pemeriksaan investigatif atas perpanjangan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT. JICT antara PT. Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH).

Dan dari pemeriksaan yang dilakukan secara saksama, BPK pun menyimpulkan adanya indikasi berbagai penyimpangan dalam proses perpanjangan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT. JICT yang ditandatangani pada 5 Agustus 2014 tersebut.

Indikasi berbagai penyimpangan yang ditemukan BPK ini patut diduga sebagai suatu rangkaian proses yang saling berkaitan, dan ditujukan untuk mendukung tercapainya perpanjangan perjanjian kerjasama pengelolaan pelabuhan milik PT. Pelindo II dengan mitra lama (pihak HPH) dengan cara-cara yang diindikasikan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dugaan Rizal Ramli Terbukti

Jauh sebelum BPK menyimpulkan adanya kerugian yang dialami negara akibat kinerja buruk PT. Pelindo II yang dipimpin oleh R.J. Lino saat itu, Rizal Ramli sudah lebih dulu menduga mengenai hal tersebut melalui kepretannya.

Bahkan ketika itu Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman mengungkapkan dan menjelaskan tujuh pelanggaran yang dilakukan oleh R.J. Lino selaku Direktur Utama PT. Pelindo II.

“Perpanjangan kontrak JICT dengan Hutchison tidak berdasarkan aturan, ini yang pertama. Seharusnya berakhir 27 Maret 2019, tapi perpanjangan dipercepat 2014. Ini tidak ada bedanya dengan kasus Freeport,” tegas Rizal saat memberi keterangan dalam Rapat Pansus Angket Pelindo II, di Gedung DPR Jakarta, Kamis (29/10/2015).

Pelanggaran kedua, ungkap Rizal, memperpanjang perjanjian tanpa melakukan perjanjian konsesi lebih dulu dengan otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok sebagai regulator. Artinya melanggar Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 82 ayat 4, pasal 92 dan pasal 344 ayat 1.

Ketiga, tidak mematuhi surat kepala kantor otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok tentang konsesi. Kepala kantor otoritas telah memperingatkan RJ Lino dengan surat tertanggal 6 Agustus 2014 agar tidak memperpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi dari kantor otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok.

Keempat, tidak mematuhi surat Dewan Komisaris Pelindo II. Komisaris utama Pelindo II, Luky Eko Wuryanto telah mengingatkan RJ Lino dengan surat tanggal 23 Maret 2015 agar melakukan revaluasi dan negosiasi ulang dengan HPH merevisi besaran up front fee.

Pelanggaran kelima, kata Rizal, melanggar prinsip transparansi dengan tidak melalui tender. Perpanjangan tidak dilakukan dengan tender terbuka sehingga harga optimal atau base value tidak tercapai. Sehingga bisa terkena tuntutan Post Bider Claim yang melekat dari peserta tender 1999.

Keenam, melanggar keputusan komisaris Pelindo II mengenai perlunya konsesi dan pendapat Jamdatun tidak tepat. Mengabaikan keputusan dewan komisaris Pelindo II yang ditandatangani komisaris utama Tumpak Hatorangan Panggabean pada 30 Juli 2015, yang intinya pendapat Jamdatun tidak tepat karena tidak mempertimbangkan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang masalah konsesi.

“Ketujuh, perpanjangan kontrak ini menimbulkan potensi kerugian negara. Karena harga jual lebih murah dimana pada periode 1999 saat perjanjian lama, up front fee payment 215 Juta Dolar AS ditambah 218 Juta Dolar AS, sedangkan di tahun ini (2015) hanya 215 Juta Dolar AS saja,” terang Rizal.

Mengetahui pelanggaran tersebut, Fraksi Hanura menyebutkan, bahwa apa yang disampaikan Menko Kemaritiman Rizal Ramli jelas ada pelanggaran hukum dan kerugian negara di Pelindo II.

Bahkan dari Fraksi PAN menyatakan, bahwa kita tidak perlu sekolah tinggi untuk memahami masalah Pelindo II. “Harga diri bangsa dijual oleh Pelindo II,” ujar Fraksi PAN.

Fraksi Gerindra juga bersuara lantang, bahwa Dirut Pelindo II bisa sesumbar. Ini tidak mungkin kerja RJ. Lino sendiri. Siapa di atasnya?

(dbs/DM1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

2,773 views

Next Post

Marten Taha: BNPB Berjanji Beri Anggaran Penanganan Banjir Untuk Kota Gorontalo

Kam Jun 15 , 2017
  Wartawan: Alfisahri Pakaya- Editor: AMS DM1.CO.ID, GORONTALO: Seperti halnya dengan sejumlah daerah lainnya di tanah air, Kota Gorontalo juga sejak dulu kerap mengalami banjir meski hujan hanya berlangsung 2 hingga 3 jam. Dan pada awal Juni 2017, Kota Gorontalo kembali mengalami banjir rendah (genangan) selama tiga hari berturut-turut di […]