DM1.CO.ID, JAKARTA: Ketika perhatian bangsa saat ini lebih banyak fokus dan larut “bertengkar” di arena politik jelang Pemilu (Pileg dan Pilpres) 2019, tanpa disadari sesungguhnya ada hal yang sangat lebih mendesak untuk segera mendapat penanganan serius. Yakni, ancaman krisis ekonomi 2018.
Situasi politik yang kini kian memanas menuju Pilpres; gempa bumi yang tak sedikit meluluhlantakkan infrastruktur dengan kerugian-kerugian fisik lainnya di beberapa wilayah; juga depresiasi rupiah yang semakin anjlok; serta penyelenggaraan Sidang Tahunan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF), adalah sejumlah “situasi” yang bisa ikut menambah dan mempercepat guncangan krisis ekonomi di negeri ini.
Sejumlah ancaman krisis ekonomi Indonesia tahun ini sudah sangat jelas terlihat gejalanya. Tak bisa dianggap sepele, sebab saat ini kondisi ekonomi di negeri ini sudah berada pada titik lemah.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Rizal Ramli menyebut, bahwa jika diibaratkan sebagai badan manusia, maka kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah sangat lemah dan rentan penyakit.
“Karena badan (ekonomi) kita tidak sehat. Antibodi kita kurang kuat. Kena virus apa saja, (ekonomi) kita bisa sakit,” ujar Rizal Ramli.
Dalam kondisi ekonomi Indonesia yang lemah seperti saat ini, Rizal Ramli tak henti-hentinya mengajak semua pihak, terutama pemerintah, agar tidak lengah dan kembali terbius dengan bujuk-rayu IMF yang justru hanya akan membawa “malapetaka” ekonomi di negeri ini.
Mantan Menteri Keuangan inipun mengingatkan tentang blunder-blunder IMF yang telah banyak merusak ekonomi di negeri ini.
Bahwa pada 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi. “Krisis itu kalau kita tangani sendiri, yang tadinya tumbuh rata-rata 6 persen, ekonomi Indonesia paling akan anjlok 2-0 persen. Akan tetapi, karena kita mengundang IMF, ekonomi Indonesia malah anjlok ke -(minus) 13 persen. Kok IMF malah bikin lebih rusak?” tulis Rizal Ramli dalam release-nya.
Pada Oktober 1997, sebelum Managing Director IMF Camdesus menghadap Presiden Soeharto di Istana Negara, sempat diselenggarakan pertemuan para ekonom di Hotel Borobudur dengan Camdesus.
Dalam pertemuan tersebut, Rizal Ramli adalah satu-satunya ekonom yang menentang dan menolak keras pinjaman dari IMF. Sebab, Rizal Ramli sudah meyakini, bahwa ekonomi Indonesia akan semakin rusak di bawah IMF. Ternyata semuanya terbukti.
Penolakan pinjaman IMF yang disuarakan Rizal Ramli itu bahkan dimuat di sejumlah media nasional, pada Oktober 1997: “IMF bukan Dewa Penolong, tapi Dewa Amputasi berbiaya Mahal”.
Rizal Ramli menggarisbawahi, bahwa keputusan untuk mengundang dan meminjam dana dari IMF merupakan kesalahan terbesar Widjojo dkk yang membujuk Presiden Soeharto untuk mengundang IMF. Dari situ, IMF pun secara leluasa menyarankan berbagai program kebijakan yang tak masuk akal, yang malah membuat kondisi ekonomi nasional justru kian terpuruk.
Rizal Ramli ngotot menolak IMF, sebab sebelumnya (pada Oktober 1996), Rizal Ramli sebagai Chairman Econit Advisory Group sudah mengeluarkan 100-an halaman forecast atau ramalan analisis untuk ekonomi Indonesia yang bertajuk: “1997: The Year of Uncertainty”. Dan ada 3 points yang menjadi tinjauan Rizal Ramli dalam forecast tersebut: utang swasta, current account defisit, overvalued Rupiah.
Dalam forecast itu, Rizal Ramli mengingatkan secara tegas. Bahwa, ekonomi Indonesia akan mengalami krisis ekonomi 1997-1998. Namun tidak ada yang percaya, tetapi ternyata semuanya terjadi!!!
Bahkan Forecast Rizal Ramli pada Oktober 1996 tentang kondisi suram ekonomi 1997 itu dibantah-bantah oleh pihak Departemen Keuangan, Bank Indonesia, para analis-analis asing.
Mereka menganggap “ramalan” Rizal Ramli tersebut hanyalah sebuah lelucon yang mengada-ngada dan jauh dari kebenaran. Sangat mirip dengan kondisi saat ini, yang juga memandang peringatan Rizal Ramli adalah sesuatu yang tidak benar, dengan berdalih bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat, dan sebagainya.
Padahal hanya karena ingin segera mendapatkan pinjaman dari IMF, mereka ketika itu tega melakukan kebohongan yang didukung oleh pujian-pujian IMF dan Bank Dunia.
Alhasil, sesuai ramalan Rizal Ramli, gelombang “tsunami” krisis ekonomi besar 1997/1998 akhirnya terjadi. Kondisi ekonomi benar-benar anjlok dari rata 6% ke –(minus) 13% karena salah saran dan kebijakan IMF.
Dan untuk selamatkan bank-bank, BLBI disuntik 80 Miliar Dolar AS, yakni biaya penyelamatan bank terbesar relatif GDP, tak sedikit perusahaan yang bangkrut, serta penggangguran naik 40%.
IMF, di mata Rizal Ramli, bikin blunder karena menawarkan paket dengan syarat yang banyak sekali, susah dipenuhi, dan mengada-ngada.
Parahnya, dalam kondisi seperti itu pemerintah malah patuh dan tunduk. Misalnya, kebijakan likuidasi 16 bank kecil justru hancurkan kepercayaan masyarakat, mereka menarik dana dari bank-bank nasional, sehingga banyak bank yangt kolaps.
Pinjaman IMF sebesar 35 Miliar Dolar AS digembar-gemborkan untuk membantu Indonesia. Dan lucunya, para pejabat dan ekonom, serta media massa, menelan mentah-mentah dan langsung percaya dengan propaganda ini.
Kenyataan yang terjadi, pinjaman itu malah hanya dipakai untuk membayar utang swasta Indonesia di bank-bank asing yang belum jatuh tempo. Artinya, dana pinjaman dari IMF itu digunakan hanya untuk membuat bank-bank asing jadi kekar, bukan untuk menolong rakyat Indonesia yang sedang ditimpa krisis ekonomi. Di sinilah analoginya: lain yang sakit, lain pula yang diamputasi.
Sebab, menurut Rizal Ramli, apabila pinjaman IMF sebesar 35 Miliar Dolar As itu benar-benar dipakai untuk memompa ekonomi RI, bukan untuk menggemukkan bank-bank asing yang ada di negeri ini, maka ekonomi Indonesia dapat tambahan pembiayaan 350 Triliun (kurs Rp.10.000), tentulah yang terjadi adalah ekonomi Indonesia akan meroket dari –(minus) 13% pada 1998 ke atas 8% tahun 1999.
Sayangnya, bukan itu yang terjadi, tetapi malah Rakyat Indonesia dikibuli dan ditipu oleh komprador-komprador bekerjasama dengan calo-calo serta SPG IMF!!! Dan kiranya inilah Hoax (iming-iming palsu) terbesar sepanjang sejarah ekonomi yang dilakukan oleh IMF!!!
Rizal Ramli mencatat, tanggal 1 Mei 1998, IMF membujuk Indonesia agar dapat menaikkan harga bensin (BBM) sebesar 74% dan minyak tanah 44%.
Seminggu sebelumnya, Rizal Ramli diundang Asian Director IMF, DR.Hubert Neiss, di Grand Hyatt. Di sana Rizal Ramli dibujuk agar bisa mendukung usulan kenaikan harga BBM tersebut. DR.Neiss katakan: “ DR. Ramli, you are aggregating”.
Tetapi pada kesempatan itu. Rizal Ramli dengan tegas menolak dan bahkan mengingatkan bahwa kenaikan BBM itu bisa memicu terjadi kerusuhan. “Just take a note of what I said !” jawab Rizal Ramli kepada DR. Neiss.
Atas bujukan IMF, pemerintah akhirnya benar-benar menaikkan harga bensin sebesar 74% dan minyak tanah 44%.
Tetapi pada 2 Mei 1998, demonstrasi besar-besaran pun tak dapat dihindari sebagai penolakan atas kenaikan BBM, di mulai dari Makassar, lalu di Medan tanggal 4 Mei, disusul 9 Mei dan seterusnya Solo hancur, selanjutnya pada minggu kedua Mei Jakarta pun jadi rusuh tak kendali. Ini apa yang disebut dengan literature: “IMF Provoked Riots”..
Hal ini, kata Rizal Ramli, berbeda dengan apa yang terjadi di Malaysia. Ketika terkena krisis 1998, atas saran DR. Zeti Acting Governor Central Bank, Malaysia menolak saran IMF. Sehingga Malaysia bias selamat dari krisis. Ringgit dan ekonomi mereka stabil!
Begitu juga dengan Presiden Republik Korea, Kim Dae Jung, bawa 100 pengutang Korea untuk restrukturisasi utang ke New York. Dan Korea pun berhasil selamat. Tetapi Indonesia paling hancur, karena lebih memilih patuh dan tunduk dengan puji-pujian serta bujuk rayu IMF bersama para anteknya.
Dan pada hari ini 20 tahun kemudian, Rizal Ramli kembali mengingatkan untuk waspada. Sebab, ternyata masih banyak komprador dan “SPG” IMF yang bercokol di pemerintahan, serta elit dan media, baik yang paham maupun sekadar speakers.
Rizal Ramli menyebut, bahwa semi krisis hari ini bisa berkembang dan berujung pada pinjaman IMF lagi, dan dengan kerusakan yang lebih dahsyat dari 1998. “Belajarlah dari sejarah,” tegas Rizal Ramli mengingatkan.
Rizal Ramli juga menunjuk sebuah pengalaman pembanding. Yakni di Eropa, IMF mengeluarkan kebijakan austerity. Austerity adalah kebijakan berbasis pembangunan, biasanya dilakukan di negara yang terkena krisis ekonomi.
Kebijakan ini bertujuan untuk menarik investasi, biasanya dari luar atau mendukung penerbitan obligasi dengan menaikan tingkat kepercayaan.
Kebijakan ini juga memotong/menghilangkan pos-pos pengeluaran yang tidak bersifat membangun (rutin) seperti Belanja Pegawai, Pembayaran Subsidi, Pengeluaran Pensiun, dan sebagainya.
Dan melalui kebijakan austerity yang dikeluarkan IMF inilah yang membuat Yunani jadi bangkrut. Orang-orang Yunani, Spanyol, Portugal dan Italia tiba-tiba “menjelma” menjadi gelandangan yang tidur di taman-taman kota, karena tak mampu membayar sewa apartemen. (zal-ams/dm1)
Rab Okt 10 , 2018
Wartawan: Resti Djalil Cono~ Editor: Avi|* DM1.CO.ID, BONEBOLANGO: Pemerintah saat ini telah mencanangkan Gerakan Bebas Pasung terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) pada 2019 mendatang.