DM1.CO.ID, KOLAKA TIMUR: Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kolaka/Kolaka Timur (Koltim), ternyata sejak minggu lalu sudah memanggil lebih dahulu sejumlah pihak sebelum melakukan pemanggilan terhadap Hasrul terkait proyek pembangunan masjid Jabal Nur, Kelurahan Rate-rate, Kecamatan Tirawuta.
Adalah Ayi Wahyuddin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek itu, ketika dikonfirmasi mengakui dan membenarkan perihal pemanggilan pada minggu lalu itu adalah termasuk dirinya.
Meski mengaku sudah memenuhi panggilan (undangan) secara tertulis dari Kejari, namun Ayi yang juga menjabat sebagai Kepala Bagian (Kabag) Kesejahteraan Rakyat pada Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten (Setda Pemkab) Koltim ini, seolah menolak jika dirinya dikatakan sedang dipemeriksa oleh pihak kejaksaan.
Ayi menegaskan, dirinya memenuhi panggilan Kejari Kolaka adalah hanya untuk klarifikasi, bukan untuk pemeriksaan.
“Apa yang dia (Kejaksaan) mau periksa? Karena kan hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) kan tidak ada temuan mark-up di situ. Dan silakan anda tanya ke keuangan atau inspektorat. Mark-up nya di mana?” tutur Ayi kepada Kepala Pemberitaan Media Online DM1 Biro Koltim, melalui sambungan telepon, Rabu pagi (4/8/2021) pukul 09.05 WITA.
Ayi membeberkan, selain dirinya, pihak lain yang juga sudah dipanggil untuk klarifikasi adalah PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), Herman Amin.
“(Herman Amin) sudah dipanggil, apalagi! BPK saja tidak ada masalah. Kalau Kejaksaan maupun Polda satu ji ujung-ujungnya pasti BPK dan Inspektorat yang disuruh untuk memeriksa itu,” ucap Ayi.
Olehnya itu, Ayi menyatakan keyakinannya, bahwa tidak ada dugaan mark-up pada proyek pembangunan Masjid Jabal Nur yang kini memasuki tahap ketiga tersebut.
Hal itu, menurut Ayi, diperkuat dengan tidak adanya sama sekali temuan sesuai hasil pemeriksaan BPK, baik untuk administrasi maupun pengecekan fisik bangunan.
Sayangnya, pernyataan Ayi yang bersikukuh menyebut tidak ada dugaan mark-up, sangatlah berbeda jauh dengan pernyataan yang pernah disuarakan oleh Hasrul, selaku pemeriksa barang.
Dengan adanya perbedaan pernyataan yang argumentatif tersebut, maka hal ini akan memunculkan pertanyaan, bahwa sudah “amankah” PPK dan PPTK di mata Kejaksaan yang saat ini sedang serius “menggali” adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek Masjid Jabal Nur tersebut?
Entahlah! Yang jelas Hasrul pernah menyebut, bahwa sesuai hasil pemeriksaan dan pengamatannya sebagai pemeriksa barang, maka terdapat indikasi mark-up pada harga satuan rangka baja yang berdiri di lokasi proyek masjid tersebut.
“Waktu saya ketemu dengan tukang baja di Kolaka, dia katakan terlalu besar sekali kalau sampai anggaran Rp.1,7 Miliar, karena pemasangan diameternya hanya berapa saja. Bisa dihitung itu tiang masjid dengan jumlah anggaran. Habis itu, foto baru kirim di Surabaya, tanyakan harganya,” kata Hasrul dalam bincang-bincang beberapa bulan lalu.
Hasrul juga mengaku menemukan adanya volume beton yang tidak mencukupi. Selain itu, pembangunan pagar seng sebesar Rp.40 Juta tidak sesuai, karena kebanyakan pagar yang dibangun menggunakan seng bekas (sisa pembongkaran masjid sebelumnya).
Meski menemukan banyak kejanggalan, namun Hasrul tetap bertanda-tangan terkait kegiatan proyek rumah ibadah itu, sebab sebatas tupoksinya sebagai pemeriksa barang.
“Sebetulnya saya tidak mau tanda tangan, tapi setelah saya koordinasi dengan teman di PU, dia bilang tanda tangan ko saja yang penting apa yang kau tanda-tangankan itu yang ada. Jangan kau campuri anggaran yang ada. Sudah mi saya tanda-tangan sesuai dengan apa yang sudah berdiri,” katanya. (rul/dm1)