Diduga Merusak Mangrove, Bupati Boalemo Terancam Pidana Penjara 10 Tahun dan Denda Rp.10 M

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, BOALEMO: Bupati Boalemo, Darwis Moridu, sepertinya adalah sosok yang sangat “doyan” menabrak dan melanggar aturan, dan bahkan melakukan tindakan kriminal.

Sebelum jadi bupati, Darwis Moridu sempat jadi tersangka kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

Saat menjabat bupati, Darwis Moridu, dalam suatu acara pembagian bantuan di Boalemo, juga sempat “memamerkan” emosi dan amarahnya di hadapan publik yang diarahkan kepada Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie, lantaran terlambat tiba di lokasi acara.

Terkait emosinya yang belum padam kepada Gubernur Rusli Habibie, Darwis Moridu pun lalu menumpahkannya di acara kampanye dialogis PDIP, awal Februari 2019 lalu.

Dalam kampanye tersebut, Darwis Moridu salah satunya menuding Gubernur Rusli Habibie telah “menjual” istrinya dengan bantuan agar bisa mendapat suara banyak sebagai Caleg DPR-RI; dan menunjuk Golkar sebagai partai yang tidak pro-rakyat.

Tudingan itulah yang kemudian membuat Darwis Moridu harus menghadapi proses hukum, hingga Pengadilan Negeri (PN) Tilamuta pun memvonisnya 2 bulan penjara dengan 6 bulan masa percobaan dan denda Rp.15 Juta subsider kurungan 1 bulan.

Tak hanya sampai di situ. Saat masih berstatus terpidana dalam menjalani 6 bulan masa percobaan, Darwis Moridu lagi-lagi dilaporkan ke Polres Boalemo atas dugaan penganiayaan terhadap warganya sendiri, Sofyan Mooduto. Namun kasus ini menjadi “dingin” lantaran korban diduga mendapat “teror” hingga akhirnya terpaksa damai.

Seolah-olah kebal hukum, Darwis Moridu lagi-lagi kembali melakukan sebuah tindakan yang diduga kuat melanggar undang-undang. Yakni, disebut-sebut telah membabat hutan mangrove untuk dijadikan kawasan wisata di Pantai Ratu, Kabupaten Boalemo. Di kawasan wisata tersebut salah satunya berdiri bangunan vila milik Darwis Moridu.

Atas tindakannya tersebut, Darwis Moridu pun dilaporkan oleh Japesda (Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam) Gorontalo, ke Pemerintah Provinsi Gorontalo, Kejaksaan Tinggi Gorontalo, dan ke Polda Gorontalo.

Pihak Japesda mengaku telah melakukan kajian dan assessment terhadap dugaan pembabatan hutan mangrove tersebut.

“Japesda sendiri melakukan assessment itu pada tanggal 13 dan 14 Juni 2019,” ujar Direktur Japesda, Nurain, usai diterima oleh Wakil Gubernur Gorontalo, Senin (17/6/2019).

Nurain menegaskan, pihaknya benar-benar telah menemukan adanya pembabatan mangrove di lokasi pengembangan wisata Pantai Ratu tersebut. “Iya, iya, iya (benar adanya pembabatan mangrove) karena kami melaporkan benar-benar sesuai apa yang kami temukan di lapangan. Inilah hasil assessment awal kami,” ungkap Nurain.

Sesuai kajian di lapangan, Japesda mengungkapkan, pembabatan mangrove tersebut dilakukan dengan menggunakan eskavator dan ada yang ditebang. “Jenis yang kemarin kami lihat itu yang ditebang itu, telah tergeletak (mengering) karena telah dibakar, itu adalah jenis (mangrove) ceriops tagal,” ungkap Nurain.

Sementara itu Wakil Gubernur (Wagub) Gorontalo, Idris Rahim, membenarkan dirinya telah menerima laporan dari Japesda, yakni terkait dugaan  pengrusakan mangrove untuk pengembangan kawasan wisata Pantai Ratu, di Kabupaten Boalemo.

“Saya baru saja menerima laporan dari Japesda, tentang objek wisata Pantai Ratu di Kabupaten Boalemo. Katanya, kena hutan lindung, dan juga merusak mangrove,” ungkap Wagub Idris.

Laporan tersebut, menurut Wagub Idris, tentunya harus segera disikapi. “Nanti insyaAllah dalam minggu ini saya akan rapat dengan instansi yang terkait, dan juga akan  mengundang Japesda, dan juga Pemda Boalemo,” ujar Wagub Idris.

Wagub Idris menegaskan, pihaknya akan membahas masalah tersebut, termasuk sanksi yang akan dikenakan apabila terbukti melakukan pengrusakan mangrove.

“Nanti kita bicarakan lagi bagaimana sanksinya agar semuanya kita dudukkan sesuai peraturan perundangan,” pungkas Wagub Idris.

Untuk diketahui, bahwa pembabatan atau pengrusakan mangrove, tentunya bukanlah persoalan sepele.

Sebab, tidak sedikit aturan dan perundang-undangan yang menegaskan soal mangrove. Di antaranya adalah Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 (UU 27/2007) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Dalam UU 27/2007 pada Pasal 35 huruf f dan g disebutkan: “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang:  (f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-pulau kecil; (g). menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain“.

Jika larang tersebut dilanggar, maka sanksi berat menanti bagi para pelaku. Yakni, pada UU 27/2007 Bab 17 Ketentuan Pidana Pasal 73 ayat (1) huruf b: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap orang yang dengan sengaja: (b). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g.

Sementara itu Bupati Boalemo, Darwis Moridu pada kata sambutannya saat menerima kunjungan Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo di kawasan Pantai Ratu beberapa waktu lalu, membantah jika dirinya disebut telah melakukan pengrusakan mangrove.

“Saya tidak pernah membabat mangrove. Sedaun mangrove pun saya tidak pernah korek. Malahan saya sudah bikin baliho lestarikan mangrove ini,” ujar Darwis.

Meski begitu, Darwis mengakui bahwa lokasi wisata Pantai Ratu ini memang masuk dalam kawasan hutan lindung, namun dirinya membantah tidak merusak mangrove.

“Memang ini (wisata Pantai Ratu) masuk di kawasan, tapi tidak pernah membabat mangrove. Haram bagi saya membabat mangrove di Kabupaten Boalemo,” tukasnya.

Kabar pembabatan hutan mangrove yang diduga dilakukan Darwis Moridu itupun menjadi viral di sejumlah media sosial, khususnya di Facebook dan grup WhatsApp lokal setempat. Sehingga hal itu membuat banyak pihak mengaku geram dengan “ulah” Bupati Boalemo tersebut.

Umumnya, mereka sangat menyayangkan sikap dan kebijakan Bupati Boalemo membuka wisata Pantai Ratu sebagai upaya peningkatan ekonomi di sektor pariwisata, tetapi justru mengorbankan lingkungan hidup. (kab/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

13,613 views

Next Post

Malam ini Jepang Diguncang Gempabumi 6,8 SR, Berpotensi Tsunami

Rab Jun 19 , 2019
DM1.CO.ID, JEPANG: Pantai Barat laut Jepang, Selasa (18/6/2019) sekitar pukul 22:22 waktu setempat diguncang gempa bumi berkekuatan awal 6,8 Skala Richter (SR).