Begini Cara Rini Goyang Dirut Pertamina?

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, JAKARTA: Dari sebuah citizen news dikabarkan, bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno diduga kuat sedang “menyusun kekuatan” untuk menggoyang sekaligus melengserkan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Dwi Soetjipto.

Sebelumnya, Dwi Soetjipto adalah mantan Dirut Semen Indonesia. Dan dalam membangun industri semen nasional, Dwi telah mengantarkan Indonesia sebagai produsen semen terbesar di kawasan Asia Tenggara, bahkan saat ini PT. Semen Indonesia sudah menjadi pemain global untuk industri semen dan memiliki pabrik sendiri di luar negeri, dengan mengakuisisi sebuah perusahaan semen Thang Long Cement di Vietnam.

Namun, disebutkan, Dwi Soetjipto yang kini menjabat Dirut PT. Pertamina itu sedang digoyang dan digerogoti. Kepemimpinannya di Pertamina selalu diganggu oleh tangan-tangan menteri BUMN Rini Soemarno. Yakni dengan mengintervensi hingga ke level teknis penempatan sejumlah orang di lingkungan PT. Pertamina.

Misalnya, dalam dua tahun terakhir Rini terus-menerus menempatkan orang-orangnya sendiri di PT. Pertamina, termasuk Ahmad Bambang sebagai Wakil Dirut.

Ahmad Bambang sebetulnya boleh dikata bukan hanya sosok “kedaluwarsa” (pegawai lama) di PT. Pertamina, tetapi  ia juga dinilai figur yang samasekali sudah tak layak dipakai, apalagi masuk dalam jajaran direksi Pertamina.

Bahkan pada medio Mei 2015, mantan Kepala Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, pernah dengan tegas meminta agar Ahmad Bambang segera dicopot karena terkait persoalan kebijakan yang salah dan fatal menyangkut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

“Saya minta satu aja, Ahmad Bambang itu diganti karena sudah berkali melakukan banyak kesalahan yang fatal. Karena itu sudah keterlaluan,” lontar Faisal di Jakarta, Minggu (17/5/2015).

Bukan cuma itu, PT. Pertamina di era Ary Soemarno, Ahmad Bambang adalah orang yang terlibat erat dalam dugaan kasus korupsi PT Pertamina Tongkang, yakni terkait dengan pengadaan kapal anchor handling tug supply (AHTS) atau kapal untuk mendukung kegiatan lepas pantai pada 2012-2014.

Kasus pengadaan kapal tersebut diduga merugikan Pertamina Transkontinental sekitar Rp. 10 Miliar dengan modus berupa pembebasan denda per hari sebesar US$ 5.000 atas keterlambatan penyerahan kapal.

Sebelumnya, Direktur Penyelidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana, mengeluarkan surat perintah penyelidikan dugaan korupsi pengadaan kapal AHTS Transko Celebes dan AHTS Transko Andalas senilai US$ 28,4 juta di Pertamina Transkontinental.

Pada kasus PT. Pertamina Tongkang tersebut sebenarnya adalah menjadi domain KPK, namun tiba-tiba Kejaksaan Agung dinilai terkesan “menyalib” dengan mengambil alih penanganan dugaan kasus korupsi tersebut.

Meski sampai hari ini Kepala Kejaksaan Agung, M. Prasetyo mengaku bersikukuh untuk mengusut tuntas kasus tersebut, namun nampak bawahannya terkesan sengaja memperlambat proses hukum atas Ahmad Bambang. Sehingganya, tidak sedikit kalangan pun menilai bahwa boleh jadi itu adalah bagian dari harapan Rini Soemarno agar bisa mempengaruhi penyidik di Kejagung.

Sejauh ini, Ahmad Bambang sudah tiga kali dipanggil Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi PT Pertamina Tongkang tersebut. Pemanggilan pertama pada 7 Desember 2016, Ahmad Bambang tidak hadir. Namun Ahmad Bambang kemudian memenuhi pemanggilan kedua pada 23 Januari 2017. Dan dikabarkan Ahmad Bambang juga akan kembali diperiksa pada pemanggilan ketiga, pada Senin pagi tadi (30/1/2017).

Lalu mengapa Ahmad Bambang bisa lolos masuk sebagai Wakil Dirut?

Pertanyaan ini sangat mudah dijawab karena sudah menjadi rahasia umum. Bahwa, Ahmad Bambang  adalah merupakan sohib kental Ari Hernanto Soemarno (kakak kandung Rini Soemarno).

Terbukti, dengan dimasukkannya wakil dirut Pertamina oleh Menteri BUMN, maka manajemen Pertamina pun menjadi amburadul, jabatan dirut dan wakil dirut sejajar posisinya yang secara langsung berada di bawah menteri BUMN.

Dan publik mungkin banyak yang tidak tahu, bahwa setelah Ahmad Bambang berhasil bercokol sebagai Wakil Dirut, suasana di dalam Pertamina saat ini boleh dikata sudah tidak kondusif karena Ahmad Bambang konon sudah merasa dirinya bakal menjadi pengganti Dwi Soetjipto karena ada dukungan dari Ari Soemarno.

Dan sepertinya, “cita-cita” Ahmad Bambang akan segera terwujud. Yakni dikabarkan, pada Selasa (24/1/2017) di Hotel Borobudur, para Komisaris PT. Pertamina menggelar rapat dari pukul 17.00 hingga 00.30 dini hari.

Rapat tersebut dihadiri Tenri Abeng, Sahalal Lumbun Gaol, Edwin Abdullah yang notabene adalah orang-orangnya  Rini Soemarno bersaudara.  Selain itu, ada Suhaisil yang direkrut sendiri oleh Rini Soemarno sebagai Komisaris PT. Pertamina.

Dan disebutkan, bahwa sebelumnya keempat komisaris tersebut memang telah bersepakat untuk melengserkan Dwi Soetjipto dari posisinya selaku Dirut Pertamina, yakni dengan alasan kinerja yang buruk.

Namun diinformasikan, bahwa hanya Arcandra Tahar selaku Wakil Menteri ESDM yang menyatakan menolak memecat Dwi Soetjipto dalam rapat tersebut.

Meski begitu, menurut sumber, Trio Soemarno (Rini Soemarnoe, Ary Soemarno dan Ongky Soemarno) tetap ngotot merencanakan pemberhentian Dwi Soetjipto melalui tangan Rini Soemarno selaku menteri BUMN, yakni dengan mengajukan surat pemberhentian Dwi Soetjipto kepada Presiden Jokowi.

Saking ngototnya, kata sumber tersebut, apabila Presiden Jokowi tidak menanggapi surat pemberhentian tersebut, maka Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN akan menggunakan kewenangannya dengan menandatangani sendiri SK Pemecatan Dwi Soetjipto sebagai Dirut Pertamina.

Mengetahui hal tersebut, tidak sedikit kalangan pun merasa aneh dengan sikap Menteri BUMN tersebut. Umumnya mereka mempertanyakan, siapa sesungguhnya yang layak diberhentikan: Dwi Soetjipto atau Ahmad Bambang yang kini dililit kasus dugaan korupsi itu?

(dbs-ams/DM1)
Bagikan dengan:

Muis Syam

3,734 views

Next Post

Ahok, Jokowi, dan Pertanyaan itu...

Sel Jan 31 , 2017
Oleh: Edward Marthens PERTANYAAN yang menggantung di atmosfir Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hari-hari ini adalah: Mengapa Presiden Jokowi melindungi Ahok? Inilah pertanyaan yang jadi obrolan di diskusi-diskusi  kalangan aktivis dan wartawan, warga kelas menengah di cafe-cafe, dan di warung-warung kopi oleh masyarakat kelas bawah.