DM1.CO.ID, JAWA BARAT: Dari Januari 2018 hingga September 2019, terdapat 188 perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) dinyatakan gulung tikar alias bangkrut, juga relokasi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah.
Mayoritas perusahaan garmen di Jabar yang gulung tikar itu berasal di wilayah Majalaya, Kabupaten Bandung. Kebanyakan, perusahaan yang relokasi berpindah ke Jawa Tengah.
Kabar buruk tersebut disampaikan Hemasari Dharmabumi selaku Tim Akselerasi Jabar Juara untuk Bidang Ketenakerjaan (Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi) Provinsi Jawa Barat.
Hemasari pada acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate Bandung, Jumat (4/10/2019) mengatakan, akibat gulung tikarnya 188 pabrik garmen tersebut, membuat 68 ribu lebih karyawan terkena PHK.
Menurut Hemasari, selain disebabkan oleh ketidakmampuan industri menyesuaikan diri dengan teknologi, kondisi ini juga terjadi akibat terbukanya keran impor tekstil dari Cina.
Hemasari menyebutkan, industrinya sudah tua dan bahkan di tahun 2019 ternyata masih ada alat tenun yang dipakai oleh pabrik garmen di sana yang bukan mesin.
Agar keberadaan pabrik tekstil yang masih ada saat ini tidak ikut gulung tikar, maka pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jabar saat inipun melakukan berbagai upaya, seperti kebijakan pengupahan.
Saat ini, kata Hemasari, perusahaan punya perkumpulan baru yang bernama Perkumpulan Perusahaan Tekstil Jabar, dengan beraanggotakan 340 pabrik garmen.
Pihak Disnakertrans Jabar juga sedang mendorong serikat pekerja perusahaan garmen agar memiliki keanggotaan yang cukup untuk membuat Rembug Jabar guna menyelamatkan industri tekstil dan garmen. Kegiatan ini dilakukan untuk menyelematkan industri tekstil dan garmen dalam bentuk LKS Tripartit Sektoral.
Sementara itu Suharno Rusdi selaku Ketua Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi) mengatakan, saat ini industri dalam negeri terutama tekstil harus bersaing dengan serbuan produk impor yang membanjiri pasar Indonesia.
Dengan harga yang lebih murah, kata Suharno Rusdi, masyarakat lebih memilih produk impor tersebut, padahal kualitasnya belum tentu lebih bagus dari produk buatan pabrik tekstil lokal.
Menyikapi hal tersebut, Suharno pun berharap kepada pemerintah agar bisa lebih giat melakukan pengawasan serta ketegasan untuk meminimalisasi produk luar negeri.
Jangan sampai, kata Suharno, produk yang sejenis buatan dalam negeri justru kalah bersaing dengan barang impor. “Harus ada penjagaan ketat (terhadap barang impor), kalau bisa pajak bea masuk itu dinaikan,” ujarnya kepada media. (dml/dm1)
Sen Okt 7 , 2019
DM1.CO.ID, JAKARTA: Ketua DPRD Boalemo, Karyawan Eka Putra Noho, Senin (7/9/2019) menyempatkan diri menghadiri pertemuan Gubernur Gorontalo beserta para Bupati, Walikota, dan Ketua DPRD se-Provinsi Gorontalo dengan Pangdam XIII Merdeka.