Warna “PDIP” di Langit Jambi. Pertanda Apa?

Bagikan dengan:

Oleh: Abdul Muis Syam*

DM1.CO.ID, TAJUKRENCANA: Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) bisa terjadi karena ulah manusia, boleh jadi juga karena suhu terik matahari yang sangat panas disertai tiupan angin sehingga mudah membakar lalang kering. Juga bisa saja disebabkan oleh gesekan apit antar dahan yang telah mengering di pepohonan.

Terlepas apapun penyebabnya, yang jelas, kebakaran hutan dan lahan yang meluas adalah merupakan bencana dan musibah yang menimbulkan banyak dampak sangat buruk bagi kehidupan manusia.

Beberapa dampak buruk itu, di antaranya menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer dalam jumlah miliaran ton, dan ini bisa memunculkan efek yang sangat menghancurkan.

Selain itu, beberapa satwa liar juga akan terbunuh, dan punahnya banyak tanaman. Karhutla juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik (khas) di suatu daerah ikut punah sebelum sempat diteliti.

Karhutla juga dapat memusnahkan bahan baku industri perkayuan, misalnya mebel. Dan hal ini bisa membuat perusahaan perkayuan terpaksa tutup, sehingga para pekerjanya pun terancam kehilangan pekerjaan.

Bukan cuma itu, asap yang ditimbulkan dari karhutla tentu dapat menimbulkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan kanker paru-paru. Dan jika asap tersebut tak dapat dihentikan, maka para penderitanya bisa mengalami kematian, baik yang berusia lanjut maupun anak-anak. Polusi asap ini juga bisa menambah parah penyakit para penderita TBC/asma.

Tak hanya itu. Asap yang timbul akibat karhutla juga memunculkan gangguan di berbagai sisi kehidupan manusia.  Di antaranya di segi pendidikan, agama dan ekonomi. Yakni di saat asap mengepul berada di tingkat berbahaya, maka sekolah-sekolah terpaksa diliburkan.

Tak hanya sampai di situ. Para penduduk juga benar-benar terjebak dan sangat sulit melakukan perjalanan jauh untuk menghindari asap tebal, karena jarak pandang yang amat-amat sempit. Kalaupun ada keinginan menjauh untuk ke luar daerah, tentu sangat sulit tercapai karena alat transportasi sangat sulit menembus kepulan asap akibat jarak pandang yang amat terbatas. Jika dipaksakan, bisa-bisa hanya menimbulkan masalah baru, yakni kecelakaan.

Asap yang mengepul tebal akibat karhutla juga tak hanya membuat kegiatan keagamaan menjadi terganggu, tetapi pergerakan ekonomi dan perdagangan juga dipastikan jadi terhambat.

Warga yang dikepung asap, bisa dipastikan sungguh sangat tersiksa dan menderita. Jangankan untuk makan, untuk istirahat (tidur) pun sudah pasti sangat sulit dinikmati. Bahkan untuk bernafas pun tentunya sangat sulit dilakukan seperti biasanya, sebab bisa mengancam rusaknya paru-paru.

Kondisi seperti itulah yang kini dirasakan oleh jutaan saudara-saudara kita di Sumatera, seperti di Riau, Jambi, dan juga sebagian di Kalimantan.

Parahnya, Sabtu siang (21/9/2019), langit di Jambi yang seharusnya cerah, tiba-tiba berubah menjadi merah, laksana warna partai penguasa di rezim saat ini. Pertanda apakah itu?

Entahlah! Yang jelas, para penduduk setempat tak sedikit yang “menjerit” dan kesal dengan pemerintah. Mereka menumpahkan kekesalannya di media sosial.

“Ini sore bukan malam. Ini bumi bukan planet mars. Ini jambi bukan di luar angkasa. Ini kami yang bernafas dengan paru-paru, bukannya dengan insang. Kami ini manusia butuh udara yang bersih, bukan penuh asap. Lokasi : Kumpeh, Muaro Jambi #KabutAsap #KebakaranHutanMakinMenggila,” tweet @zunishofiyn.

“Jam 11 siang kayak jam 11 malam di Jambi. Yth Bapak @DivHumas_Polri @jokowi, apakah ini memang kondisi di sana atau langitnya sudah biru? Coba deh Pak, selfie di sana,” @dedirahimuddin.

“Suasana di Jambi,siang rasa malam akibat pembakaran hutan…. Mungkin sebentar lagi ada foto  kayak di Pekanbaru, baju putih dg sepatunya yg plonga plongo…,” tulis @ArdiPandau.

“Riau, Jambi, Sumbar, Sumsel, Batam, Sumut, Kalsel, Kaltim, Kalbar, Kalteng semua melaporkan kotanya diselimuti asap. Apakah mau menunggu sampe seluruh manusia disana mirip ikan diasapin baru serius menangani Karhutla?Helloooooo…,” tulis @Datuk_Tamburin.

“Dapat kiriman teman di Jambi kondisi udara hari ini di Desa rukam kecamatan taman Rajo, Muaro Jambi siang tadi. Terus kau bilang tidak separah yang di beritakan ? @jokowi @wiranto1947 matamu kemana?” tulis @malixsumsel.

Ketika masyarakat yang tua hingga bocah di Jambi serta di daerah lain yang juga mengalami kesulitan bernafas akibat asap, justru di saat bersamaan Jokowi di twitter malah “memamerkan” diri berjalan pagi bersama cucunya.

“Jalan-jalan pagi di sekitar Istana Bogor bersama Jan Ethes, melihat kuda, kambing, dan rusa merumput di pelataran. Ngomong-ngomong, Jan Ethes paling suka binatang apa?” tweet @jokowi.

“Pak presiden enak bisa jalan jalan Ama cucu,,,, Para kakek di Jambi lagi sibuk nyelamatkan cucu mereka ,,, kondisi Jambi jam 12.30,” tulis @Rangga47254686.

“@jokowi Pak daerah saya sudah separah ini,bapak asik main sama cucu?pak sudah lupa sama sumpah presiden?tanggung jawabnya dimana pak?jangan lawak pak tolong saya di jambi,sumatera dan kalimantan butuh pertolongan. Tapi gapapa pak, Allah ga tidur Semoga Allah swt membalas semuanya?,” tulis @kay_xxyzy.

Dilansir CNN, bahkan ada unggahan dari @BeraniOposisi yang mengatakan, “@jokowi jangan santai-santai aja. Sekarang Jambi langitnya sudah memerah karena asap. Mau menunggu korban nyawakah? Kerahkan semua sumber daya yang ada. Kesehatan dan nyawa rakyatmu sedang terancam. Kalau gak sanggup mundur lebih baik.”

Langit Jambi di siang hari yang berubah gelap bagaikan malam dengan diselimuti warna merah, boleh jadi itu pertanda sekaligus peringatan bagi Jokowi sebagai presiden yang berasal dari partai berlambang merah, yang juga sebagai insinyur kehutanan itu.

Dalam Islam, ada sejumlah tanda-tanda zaman yang menunjukkan kiamat sudah dekat, salah satunya adalah mengenai dukhaan (asap).

Selain itu, tanda-tanda kiamat lainnya dalam Islam disebutkan dalam Hadits Riwayat Thabrani, yakni: ““Di antara tanda semakin dekatnya kiamat ialah dunia akan dikuasai oleh Luka ‘bin Luka’ (orang yang bodoh dan hina). Maka orang yang paling baik ketika itu adalah orang yang beriman yang diapit oleh 2 orang mulia.”

Fenomena di Jambi, juga boleh jadi adalah contoh yang disebutkan dalam kitab Injil Matius 16:3 (AYT-2018): “Dan, pada pagi hari, ‘Hari ini akan ada angin kencang karena langit merah dan gelap.’ Kamu tahu bagaimana membedakan rupa langit, tetapi tidak mampu membedakan tanda-tanda zaman”.

Ketidakmampuan membedakan tanda-tanda zaman yang sudah mendekati kiamat memang sangat jelas terlihat. Yakni, di saat orang bodoh dipilih menjadi pemimpin negeri.

Dan lihatlah contoh kondisi di negeri kita terkini. Di saat jutaan rakyat tersiksa nan perih karena asap kebakaran hutan dan lahan, justru pemerintah sibuk berkutat ingin “memadamkan” KPK, serta lebih fokus mengutak-atik KUHP.

Pemerintah benar-benar sepertinya sangat ingin mengibiri dan mengangkangi kewenangan KPK melalui revisi Undang-undang KPK. Sedangkan di KUHP, pemerintah “bernafsu” ingin merivisinya dengan memasukkan pasal penghinaan presiden. Ini aneh, ingin jadi pejabat tapi takut “dikuliti” (dikritik).

Langit Jambi menjadi merah, itu juga sangat boleh jadi pertanda peringatan bagi pemerintah untuk mengutamakan mengatasi karhutla di berbagai wilayah. Sebab itu tanda-tanda zaman yang sangat buruk, bukan justru sibuk ngotot menaikkan iuran BPJS Kesehatan dan bertekad menambah utang luar negeri.

Langit siang hari di Jambi tiba-tiba berubah menjadi merah, adalah bukan sebuah kebetulan, juga bukan karena semata asap. Sebab jika karena asap, maka tentu di daerah lain yang juga berasap tebal pasti akan mengalaminya.

Itu adalah peringatan keras dari pemilik waktu (jam, baca sejarah penamaan Jambi) sekaligus penguasa alam semesta ini kepada rezim berwarna merah, agar segeralah bertobat dan hentikan segala bentuk penyiksaan terhadap rakyat! Jika tidak, maka akan semakin jelas di lubuk hati rakyat menemukan jawaban atas pertanyaan: “apakah memang benar Jokowi yang menang dalam Pilpres 2019?“.

——

Penulis adalah Pemimpin Redaksi DM1, aktivis kedaulatan rakyat di gerakan perubahan, dan salah satu presidium di Gerakan Selamatkan Indonesia.

Bagikan dengan:

Muis Syam

8,342 views

Next Post

Netizen Gorontalo: Goyang Mopobibi VS Salat Minta Hujan

Sen Sep 23 , 2019
Wartawati/Editor: Dewi Mutiara DM1.CO.ID,KABUPATEN GORONTALO: Pemecahan Rekor Muri Goyang Mopobibi yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo pada ajang Festival Danau Limboto, Ahad (22/9/2019), menyisakan sejumlah kritik dari masyarakat. Hal itu disampaikan Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Iskandar Mangopa, usai Rapat Paripurna DPRD Pengucapan Sumpah Pimpinan DPRD Kabupaten Gorontalo Masa Jabatan 2019-2024 […]