UU ITE Lebih Banyak Dipakai untuk Berangus Lawan Politik, Rizal Ramli: Harus Segera Direvisi

Bagikan dengan:

DM1.CO.ID, YOGYAKARTA: Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi salah satu penyebab merosotnya indeks demokrasi di Indonesia. Indeks demokrasi di Indonesia yang tadinya berada di peringkat 49 turun menjadi peringkat 65.

Hal tersebut dikemukakan oleh mantan Menko Kemaritiman dan Sumberdaya, Rizal Ramli, di Yogyakarta, Jumat (1/3/2019).

Berdasarkan the Economist, ungkap Rizal Ramli, indeks demokrasi Indonesia turun dari nomor 49 tahun 2014. “Hari ini turun ke 64 atau 65 tahun 2018. Empat tahun turun kita ranking demokrasi dari nomor 49 ke nomor 65,” ungkap Rizal Ramli.

Mantan Menko Perekonomian ini juga berpendapat, UU ITE yang ada seharusnya dipakai untuk menindak kejahatan di bidang keuangan, terorisme, seksual, dan kasus elektronika lainnya.

Sayangnya, menurut Rizal Ramli, UU ITE justru dipakai sebagai “alat” untuk memberangus lawan politik pemerintahan saat ini.

Olehnya itu, Rizal Ramli menyarankan, UU ITE sebaiknya dapat segera direvisi.

Sebab, kata mantan Menteri Keuangan ini, undang-undang tersebut lebih banyak dipakai pasal pencemaran nama baiknya dibandingkan pasal lainnya.

Rizal Ramli pun berharap kepada pemerintahan yang akan datang agar memiliki keberanian untuk melakukan revisi UU ITE, utamanya pada bagian pasal karet pencemaran nama baik.

Rizal Ramli meyakini, bahwa jika undang-undang ini tidak direvisi, maka bisa dipastikan korbannya akan makin banyak di tahun ini dan di tahun depan.

Menurutnya, jika UU ITE masih terus dipakai sebagai alat untuk “menaklukkan” lawan politik, maka indeks demokrasi Indonesia akan semakin rendah lagi nantinya.

“Nah, kami gembira Prabowo-Sandi Sandi berjanji untuk merevisi UU ITE supaya tidak digunakan untuk memberangus demokrasi,” ujar Rizal.

Ekonom senior ini mengaku, bahwa pihaknya pernah mengajukan pertanyaan tentang komitmen pemerintah melakukan revisi UU ITE kepada Jokowi. Namun, tak ada jawaban samasekali yang diberikan oleh kubu Jokowi.

Karena tak ada jawaban, Rizal Ramli pun menduga kuat, bahwa pihak Jokowi dan timnya masih akan menggunakan UU-ITE itu untuk menangkap orang-orang yang dianggap kritis, terutama yang berbeda pendapat dengan pihak di lapisan kekuasaan.

“Ini berbahaya buat demokrasi,” lontar Rizal Ramli.

Sebelumnya, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyatakan, pihaknya berharap UU ITE dapat dilakukan revisi. Sebab, menurutnya, undang-undang ini banyak disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan.

“UU ITE ini menjadi perhatian khusus Prabowo-Sandi untuk direvisi karena korban utama UU ITE adalah masyarakat awam,” kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019).

Dan kata Dahnil, mayoritas korban UU ITE yang berujung pada pidana adalah masyarakat awam serta kalangan aktivis. Sementara pelapornya mayoritas adalah pejabat negara.

Dahnil membeberkan, tahun 2016 terdapat 84 kasus, dan tahun 2017 ada 51 kasus UU ITE. “Jadi, komitmen kita adalah merevisi UU ITE. Kita ingin stop pembungkaman publik, dan kriminaslisasi,” tutur Dahnil. (dbs-ams/dm1)

Bagikan dengan:

Muis Syam

3,074 views

Next Post

Soal Mutasi "Membabibuta": Komisi ASN Periksa Bupati Boalemo, Sekda Husain "Kabur"

Ming Mar 3 , 2019
DM1.CO.ID, BOALEMO: Mutasi dan non-job yang dinilai dilakukan dengan “membabi-buta” oleh Bupati Boalemo, beberapa waktu lalu secara berulang-ulang, membuat sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) pun terpaksa melayangkan surat aduan ke Komisi ASN-RI.