DM1.CO.ID, JAKARTA: Feature yang ditulis oleh Wartawan Republika, Rahma Sulistya, di bawah ini mengungkapkan sebuah kenangan bermoncong “indah” namun kini telah menguap di langit-langit kelam di bibir senja. Berikut tulisannya, berjudul ‘Warga Gusuran yang Teringat Teriakan Mega’ :
“Duduk di depan bedeng rumahnya yang berukuran 3×3 meter, menikmati angin laut sekitar pukul 11.40 WIB, Hendry menatap ke jalan memperhatikan orang yang berlalu lalang.
Bukan hanya kendaraan bermotor, beberapa manusia yang sekedar ingin melihat Pelabuhan Sunda Kelapa, juga tampak melintasi Jalan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara itu.
Hendry adalah salah seorang warga Kampung Akuarium, yang dulunya memiliki rumah permanen berukuran sekitar 100 meter persegi, yang kini hanya tinggal puing-puing bak sampah. Ia hanya bisa meratapi sisa-sisa batako rumahnya, memandang memelas dengan garis-garis wajahnya yang tegas dan mulai kecoklatan gelap akibat tersengat matahari.
Masih tergambar sangat jelas bagaimana antusiasnya warga Kampung Akuarium yang sangat mencintai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan sangat mematuhi apapun keinginan pemerintah. Warga mendukung semua program pemerintah tanpa protes, tetapi mengapa rasa cinta mereka berpuluh tahun, dibalas dengan kebiadaban dalam hitungan hari.
“Saya masih ingat kejadian 14 Mei 1998 di depan Museum Bahari, dulu mereka juga hendak digusur pada zaman Pak Harto. Tetapi Mega berteriak kepada kami, agar kami melawan. Agar kami ikut meneriakkan demokrasi. Dengan janji mereka, tapi sekarang apa mereka iba dengan kami? Mereka tidak ingat apa yang sudah kampung ini perbuat untuk mereka,” papar Hendry, sembari mengangkat jari telunjuknya dan menunjuk-nunjuk ke arah Museum Bahari.
Hendry memicingkan matanya, melawan arah sinar matahari yang memang menyilaukan mata, tetapi tidak membuatnya berhenti mengingat masa lalu. Bukankah partai naungan Presiden Joko Widodo selalu menggaungkan ‘Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah (Jas Merah)’, tetapi nyatanya, bagi dia, PDIP benar-benar tidak ingat, atau mungkin sengaja melupakan apa peran Kampung Akuarium.
Dulu, Kampung Akuarium menjadi tempat penelitian ikan-ikan dan memang ada berbagai macam ikan. Suasana warga yang tinggal di sana pun sebagian besar sudah mendirikan bangunan permanen. Kalaupun ada yang mendirikan berbahan kayu, mereka adalah orang-orang pendatang atau yang mengontrak.
Warga asli Betawi di Kampung Akuarium itu, siap dirapikan oleh Pemprov DKI Jakarta, bukan digusur. Apalagi untuk bangunan-bangunan kayu orang-orang pendatang, mereka setuju untuk mereka yang dipindahkan ke rusun, bukan warga asli sana. Kalaupun memang sangat terpaksa harus digusur, Hendry mengatakan, janganlah berikan waktu dalam hitungan hari saja.
“Ternyata lebih baik zaman Pak Harto ya. Dulu sebelum reformasi, ketika mau digusur, tanah kami diukur dulu satu per satu, kemudian diganti sangat manusiawi. Tetapi kalau sekarang, mereka langsung gusur saja. Dalam dua pekan saja, Pemprov bisa langsung berikan sampai tiga surat peringatan,” Hendry menundukkan kepala dan menunjukkan wajah sesal.
Kalau memang ingin menjadikan Pelabuhan Sunda Kelapa kembali seperti dahulu, apakah harus dengan membuang warga aslinya? Hendry mengusulkan, agar Pemprov membuat jernih kembali sungai-sungai, yang ikan saja mungkin sudah mati semua akibat air sungai yang sudah menghitam. Laut di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa juga tidak biru seperti dulu.
Pantauan Republika, suasana sepoi tiupan angin laut memang masih sangat bisa dinikmati, andai ada pantai di sana, mungkin akan nyaman tertidur di bawah tenda. Namun, tumpukan sampah yang dianggap tanggul, justru membuat angin laut menghantarkan bau yang menusuk hidung. Belum lagi dengan air laut yang warnanya sudah menuju hitam, juga mulai berbau.
Para nelayan, dikatakan Hendry, bukannya mudah mencari ikan saat ini, mereka harus berjalan agak ke tengah untuk menemukan ikan-ikan terbaik. Warga Kampung Akuarium, akan setuju jika pemerintah ingin mempercantik lagi kampung halamannya itu, namun dia tidak ingin warga aslinya disingkirkan. Ia ingin agar warga ditata dan diizinkan untuk ikut merawat pelabuhan bersejarah itu.
(rep/DM1)