Sejak Dulu, Rizal Ramli Melawan yang “Berengsek”

Bagikan dengan:
Oleh: Abdul Muis Syam*

DM1.CO.ID, JAKARTA: Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “Berengsek” adalah (adjektiva percakapan) yang berarti: kacau sekali (tentang tata tertib, pelaksanaan kegiatan, dan sebagainya); tidak beres; tidak becus. Keberengsekan artinya ketidakberesan atau ketidakbecusan.

Sementara Rizal Ramli (RR) dapat “didefinisikan” sebagai sosok anak bangsa sekaligus tokoh pejuang pergerakan perubahan, yang kerap tak ingin tinggal diam jika melihat serta mengetahui adanya keberengsekan yang terjadi di negeri ini, terutama yang terjadi di dalam pemerintahan yang sedang berkuasa (rezim).

Dan “definisi” tentang Rizal Ramli ini sudah berlaku sejak dahulu, bukan hanya sekarang.

Pada 1977-1978, sebagai aktivis mahasiswa ITB, RR adalah salah seorang “macan” kampus yang paling getol berada di barisan terdepan dengan suara lantang dalam setiap demonstrasi, menentang, dan melawan “keberengsekan” rezim Orde Baru (Orba), meski harus dipenjara selama 1 tahun setengah di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Sejak itu, nadi perjuangan RR terus berdenyut konsisten di setiap pori-pori kepentingan bangsa dan negara ini, terutama dalam membela rakyat yang tertindas.

Pasca Orba, banyak keberengsekan yang malah terjadi di negeri ini. Dan RR tak hanya melawan keberengsekan di saat berada di luar pemerintahan, tetapi juga di kala sedang berada di dalam pemerintahan.

RR bahkan sempat disomasi oleh Presiden SBY. Sebab ketika itu, RR dengan sengit melakukan perlawanan terhadap hal maupun sejumlah kebijakan yang dianggapnya sebuah “keberengsekan”.

Singkat kata, semua yang berbau berengsek, mulai dari rezim Orba hingga pada rezim di era Reformasi saat ini (termasuk di era Presiden Gus Dur dan di era Presiden Jokowi), pasti seluruhnya akan ditumpas oleh RR.

Contoh paling dekat, beberapa saat usai dilantik sebagai Menko Kemaritiman di dalam Kabinet Jokowi, RR langsung menyoroti sejumlah keberengsekan (terkait kebijakan) yang segera harus dibenahi.

Mulai dari rencana pembelian pesawat Garuda, proyek pembangkit listrik 35.000 MW, masalah rencana lokasi Kilang Blok Masela, hingga kepada masalah Reklamasi Teluk Jakarta, dan lain sebagainya. Yang kesemuanya itu dengan lantang RR suarakan dari dalam kabinet, meski harus mempertaruhkan jabatannya. Apakah ada menteri yang bisa melakukan seperti itu saat ini…?

Pun saat menjabat sebagai Kepala Bulog di era Presiden Gus Dur, RR langsung menumpas segala keberengsekan yang terjadi di tubuh Bulog.

Ia banyak tahu tentang keberengsekan yang terjadi karena langsung turun ke sawah bertemu dengan para petani, lalu ia eksekusi hingga berhasil menghentikan permainan para mafia impor beras, dan bahkan RR ikut menangkap penyelundup beras di pelabuhan.

Selain itu, sejumlah hal “berengsek” lainnya mampu dibenahi oleh RR saat menjabat Kabulog, yakni: pertama, RR berhasil melakukan restrukturisasi di Bulog sehingga menjadi organisasi yang transparan, accountable, dan lebih profesional, sekaligus untuk mendorong regenerasi. Restrukturisasi ini melibatkan 5 jabatan eselon I (Deputi) dan 54 jabatan eselon II (Karo dan Kadolog) tanpa menimbulkan gejolak yang berarti.

Dari 26 Kadolog yang ada di seluruh Indonesia, 24 di antaranya dipensiunkan atau dimutasikan dalam rangka restrukturisasi tersebut.

Yang kedua, RR berhasil mengubah sistem accounting Bulog menjadi Generally Accepted Accounting Practices.

Yang ketiga, RR berhasil menghapus dana off-budget sehingga semua transaksi menjadi on-budget dan lebih transparan serta accountable.

Dan yang keempat, RR mampu memulai proses restrukturisasi dalam rangka menyiapkan Bulog dari LPND ke arah Perum.

Sehingga itu, RR benar-benar menggulirkan berbagai kebijakan dan terobosan untuk mengubah citra Bulog, yakni dari sebuah institusi sarang korupsi menjadi lembaga yang bersih dan accountable.

Dari semua rentetan perlawanan RR terhadap yang berbau “berengsek”,  membuat mereka-mereka yang bercokol di dalam pemerintahan yang melakoni keberengsekan menjadi terusik dan merasa tak nyaman.

Dan inilah yang menjelaskan mengapa RR saat ini ikut diserang buzzer, ingin dibungkam, dan bahkan ingin disingkirkan, salah satunya dengan cara dikriminalisasi.

Sebut saja saat ini, upaya membungkam RR sepertinya sedang menjadi “agenda penting” bagi Partai Nasdem, yakni dengan menyeret RR ke ranah hukum.

Disebut “agenda penting”, karena di saat partai politik lain sedang gencar menawarkan pendekatan ke seluruh kalangan agar dapat mendulang suara pada Pemilu 2019, DPP Nasdem malah sibuk melaporkan RR ke polisi, dengan tuduhan pencemaran nama baik Surya Paloh selaku ketua umum Nasdem.

Sepertinya, Nasdem benar-benar merasa tidak adem saat RR melontarkan statement di sejumlah stasiun televisi swasta nasional. Yakni, tentang “keberengsekan”  impor yang dilakukan secara ugal-ugalan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita :

“…Jadi biang keroknya sebetulnya saudara Enggar, ya, cuma Presiden Jokowi gak berani negur, takut sama Surya Paloh, ya. Saya katakan Pak Jokowi panggil saya saja, biar saya yang tekan Surya Paloh, karena (kelakuan impor) ini brengsek. Impor naik tinggi sekali, petani itu dirugikan, petambak dirugikan dan akibatnya elektabilitas Pak Jokowi juga merosot digerogoti mereka ini, pada main dari komisi, dari importir yang sedemikian besarnya,” demikian statement RR.

Lontaran kata “brengsek” pada statement RR itulah yang dipermasalahkan oleh DPP Nasdem, yang diawali dengan somasi lalu melaporkannya ke polisi.

Selama menjadi tokoh pergerakan (sejak sebagai aktivis mahasiswa hingga saat ini), sebesar apapun kejengkelannya terhadap seseorang, RR tidak pernah sekalipun melontarkan kata brengsek kepada seseorang tersebut. Bahkan Soeharto yang pernah memenjarakannya pun tak pernah ia sebut presiden brengsek secara terbuka.

Karena merasa nama baiknya dicermarkan, RR pun balik melaporkan Surya Paloh ke polisi dengan menuntut Rp. 1 Triliun. Dan apabila dalam perkara ini dimenangkan oleh RR, maka RR akan menyumbangkan Rp. 1 Triliun tersebut kepada para petani dan petambak garam.

RR sebetulnya sudah memberikan klarifikasi di sejumlah media, bahwa kata “brengsek” yang dimaksud adalah kelakuan atau kebijakan impor, bukan Surya Paloh. Namun meski begitu, DPP Nasdem tetap ngotot melanjutkan proses hukum terhadap RR. Ada apa? Entahlah!

Yang jelas, sejarah akan mencatat, bahwa Surya Paloh pernah mengerahkan kekuatannya selaku ketua umum Nasdem, yakni hanya untuk “mengeroyok” seseorang (RR) yang memperjuangkan nasib bangsa (petani) di negeri ini.

Dan satu lagi, bahwa andai Surya Paloh dengan Nasdem-nya berhasil “membantai” RR dalam proses hukum, maka bukankah dengan sendirinya atribut “BRENGSEK” di saat itu akan  sangat pantas disematkan di “jidat” Surya Paloh dan di logo Nasdem? (ams/dm1)

—-

Penulis adalah Pengamat Politik Independen, Aktivis Kedaulatan Rakyat, dan Presidium GSI (Gerakan Selamatkan Indonesia)
Bagikan dengan:

Muis Syam

6,446 views

Next Post

DPRD Kota Gorontalo Gelar Rapat Pansus III Terkait Ranperda Penyelenggaraan Pasar

Sen Okt 22 , 2018
Wartawan: Aldi A. Toy~ Editor: Avi| DM1.CO.ID, GORONTALO: Senin (22/10/2018), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Gorontalo melakukan rapat Panitia Khusus (Pansus), dalam rangka pembahasan terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyelenggaraan pasar.